Minggu, 24 Februari 2013

Kesatuan Suami-Isteri

Kesatuan Suami-Isteri *Nono Robiharjo,S.Th., I. Prawacana Orang Kristen harus hidup sesuai dengan status dan kedudukannya sebagai anggota tubuh Kristus dan termasuk di dalamnya relasi dan interaksi antaranggota keluarga Kristen. Kesatuan antara suami-isteri dalam sebuah pernikahan seharusnya berpadanan pada wujud kesatuan relasi Kristus dan jemaat (Efesus 5:32). Sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging. Rahasia ini besar, tetapi yang aku maksudkan ialah hubungan Kristus dan jemaat. Bagaimanapun juga, bagi kamu masing-masing berlaku: kasihilah isterimu seperti dirimu sendiri dan isteri hendaklah menghormati suaminya. (Efesus 5:31-33). (cetak miring oleh penulis) Dalam ungkapan “rahasia ini besar” (Efesus 5:32) sangat erat kaitannya dengan hubungan keluarga Kristen. Kata “besar” merupakan sebuah perlambang, sebutan atau predikat yang dianggap dan menyatakannya sebagai suatu kebenaran (predicative), bukan sebagai kata sifat yang terletak langsung di depan atau di belakang kata bendanya (attributtive). Sesuatu yang dinyatakan dengan benar atau tepat, yaitu “this mystery is great”. Keterangan yang ada di dalam peryataan terdahulu bahwa “rahasia ini” adalah dalam kaitannya mengenai relasi gereja dengan Kristus, yaitu merupakan perlambangan dari relasi manusia di dalam sebuah pernikahan (Marvin R. Vincent, Vols III:403). Kesatuan antara Kristus dan jemaat digambarkan melalui kesatuan relasi suami-isteri dalam sebuah pernikahan, yaitu area yang menunjukkan adanya sikap saling mengasihi dan memberkati antara yang satu dengan yang lain (Efesus 5:22-33). Paulus menyebut kedudukan Kristus dan relasinya dengan jemaat-Nya, yakni bahwa Kristus adalah kepala jemaat, Allah memberikan Yesus Kristus sebagai kepala (Yun. kephalen) dari segala yang ada, kepada jemaat yang adalah tubuh-Nya (Efesus 1:22-23; 4:15; Kolose 1:18,19). Jika masing-masing pasangan mengikuti perintah yang Allah berikan secara khusus (dalam Alkitab) kepada suami dan isteri, maka suatu pasangan bisa menjadi satu kesatuan seperti yang Allah maksudkan (Efesus 5:31). Kesatuan suami-isteri dalam pernikahan memiliki tiga aspek: meninggalkan orang tua (ayah-ibu), bersatu dengan isterinya “berdampingan”, dan menjadi satu daging (Scheunemann, Volkhard dan Gerlinde. Hidup Sebelum dan Sesudah Nikah. (Batu: YPPII, 2001); bd. Tulus Tu’u. Etika dan Pendidikan Seksual. (Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 1988). II. Meninggalkan Orang Tua Menekankan Aspek Hukum Ungkapan “akan meninggalkan” diterjemahkan dari bahasa Yunani kataleiphei dalam bentuk future-active-indicative (Efesus 5:31), yang berasal dari kata kataleipo. Kataleipo artinya meninggalkan, melalaikan, membiarkan, dan memberlakukan (Sutanto, 2003:434). Maksud dari meninggalkan adalah secara aktif seorang anak yang akan masuk dalam pernikahan, harus mengasihi dan mencintai suami atau isterinya lebih dari orang tuanya. Mereka harus belajar melepaskan ketergantungan mereka pada orang tuanya dan belajar hidup bersama dengan suami atau isterinya. Makna yang lebih dalam lagi dari “meninggalkan” adalah memutuskan semua ikatan yang lebih utama dari isteri maupun suami. Allah meminta seorang laki-laki untuk melepaskan semua ikatan dan hubungannya, karena salah satu kebutuhan terbesar seorang wanita di dalam pernikahan adalah rasa aman (Toni Evans, 1999:183). Pembentukan rumah tangga atau sebuah pernikahan haruslah disertai kesediaan orang tua untuk melepaskan anak-anaknya. Ada kerelaan orang tua melepaskan anak agar ia bersatu dengan suami atau isterinya. Orang tua seharusnya tidak mencampuri rumah tangga anak-anaknya. Apabila dalam sebuah pernikahan masih ada intervensi dari pihak orang tua maka akan timbul masalah. Pernikahan antara suami-isteri haruslah disahkan oleh hukum atau pemberkatan gerejawi, sebagai kekuatan dalam kesatuan dan keamanan sebuah pernikahan yang diberkati Tuhan. Kekuatan hukum pernikahan menyatakan rasa aman dan perlindungan dalam hubungan sebuah pernikahan. III. Bersatu atau Berdampingan Menekankan Aspek “Cinta” (Eros) Jika unsur meninggalkan telah dilakukan memungkinkan untuk terjadinya unsur “bersatu dengan” atau berdampingan. Ungkapan “bersatu dengan” diterjemahkan dari bahasa Yunani proskollephesetai dalam bentuk future-pasive-indicative (Efesus 5:31). Kata proskollephesetai berasal dari kata proskollao yang berarti menyatukan (Sutanto, 2003:678). Laki-laki (suami) akan meninggalkan orang tuanya dan menyatukan diri dengan isterinya. Hal inilah, seorang laki-laki atau perempuan yang tidak memiliki kesanggupan untuk melepaskan ikatan dengan orang tuanya, maka ia akan menemui kesulitan untuk bisa berdampingan atau “bersatu dengan” suami atau isterinya. Allah mengatakan bahwa jika seorang laki-laki meninggalkan dan bersatu, ia dan isterinya akan menjadi satu daging (Efesus 5:31). Itu adalah sebuah janji. Jika seorang suami meninggalkan dan bersatu seturut dengan maksud Allah, isterinya akan menanggapi menurut cara yang diinginkan suaminya. IV. Menjadi Satu Daging Menekankan Aspek Jasmani “Seks” Setelah proses “meninggalkan” dan “bersatu dengan”, maka tindakan dan maksud terakhir dari sebuah pernikahan Kristen adalah menjadi “satu daging” (Efesus 5:31). Menjadi sedaging memperoleh urutan yang terakhir menunjukkan bahwa Alkitab menggambarkan tentang menjadi sedaging baru mungkin terjadi apabila setelah melalui proses meninggalkan orang tua dan kemudian hidup berdampingan dan bersatu dengan isterinya dalam sebuah pernikahan. Ungkapan “menjadi satu daging” diterjemahkan dari bahasa Yunani duo eis sarka mian, yaitu rahasia dari “dua menjadi satu” (Efesus 5:31). Kata menjadi satu daging atau sedaging menyangkut soal keterbukaan satu dengan yang lain (dua pribadi yang telah dipersatukan oleh Allah di dalam pernikahan) dan termasuk di dalamnya adalah dalam hubungan biologis, yaitu keduanya menjadi telanjang dan tidak merasa malu (bd. Kejadian 2:25). Relasi suami-isteri merupakan wujud persahabatan yang sejati, di mana dalam persahabatan itu terdapat sikap transparan, yaitu saling terbuka satu dengan yang lain. Jadi, kesatuan dari relasi suami-isteri merupakan refleksi dari hubungan Kristus dengan jemaat. Relevansi dari hubungan Kristus dengan jemaat adalah bahwa kesatuan suami-isteri di dalam Kristus itu tidak boleh mempunyai pikiran atau niat untuk bercerai, di mana sifat dari kesatuan suami-isteri adalah utuh di dalam Tuhan, menempel seperti lem atau saling melekat seperti cengkeraman jepitan, begitu erat dan tidak ada kemungkinan untuk pihak ketiga, yang dasarnya adalah cinta kasih. Hubungan suami-isteri adalah hubungan yang kekal dan spiritual, yang misterius sebagaimana Kristus mengasihi gereja-Nya, begitu juga suami harus mengasihi isterinya. Pada era terakhir ini terlihat banyak kejadian-kejadian yang melanda keluarga-keluarga Kristen, konflik dalam rumah tangga tidak bisa dihindari dan akhirnya menimbulkan ketegangan pada relasi suami-isteri. Ketidak-harmonisan relasi suami-isteri berdampak pada anak-anaknya, selanjutnya anaklah yang menjadi korban ketidak-harmonisan relasi orang tua mereka (Heath, 2005:9,41; bd Ted Ward, tt:9; Sasela, 2002:66) James Dobson juga mengatakan, bahwa penyebab masalah yang timbul dalam pernikahan adalah: Sebagian dari masalahnya adalah banyak pasangan yang memasuki bahtera pernikahan tanpa memiliki model panutan yang sehat dalam masa-masa pertumbuhan mereka. Seandainya kini 50% dari keluarga bercerai dewasa ini, itu berarti setengah dari orang dewasa muda yang akan menikah hanya melihat perbedaan pendapat dan kekecewaan di rumah mereka. Mereka merasakan apatisme dan mendengar permusuhan yang menyedihkan di antara orang tua mereka. Tidaklah mengherankan jika kemudian para pasangan muda sering tertatih-tatih dan bahkan terpeleset dalam menjalani tahun-tahun awal pernikahan mereka. (2002:16) Masalah timbul dalam sebuah pernikahan karena hakikat dari pernikahan itu sendiri kurang dapat dimengerti oleh para pelaku dalam pernikahan. Wright mengatakan bahwa pernikahan sebagai dasar pembentukan keluarga Kristen merupakan sebuah hadiah, sebuah panggilan untuk melayani, bersahabat, dan menderita. Pernikahan adalah perjalanan yang harus dilalui dengan berbagai pilihan dan konsekuensi dan juga sebagai suatu proses pemurnian yang merupakan gaya hidup yang mencakup keintiman di segala aspek kehidupan, baik itu segi rohani, intelektual, sosial, dan emosi maupun fisik yang harus terus menerus dibina (Wright, 2004:9,10). Lembaga pernikahan memberikan rasa aman dan nyaman dalam aspek hukum, di mana Dobson mengatakan, bahwa ikatan pernikahan mengacu kepada perjanjian secara emosinal yang mengikat pria dan wanita untuk bersama-sama menjalani kehidupan dan membuat keduanya benar-benar berharga satu sama lain. Keunikan inilah yang menempatkan mereka secara khusus terpisah dari setiap orang lain di dunia. Ini adalah pemberian Allah berupa teman hidup bagi yang telah mengalaminya (Dobson, 2002:28). Faktor penting yang mempengaruhi dalam membangun sebuah keluarga yang harmonis adalah saling menghormati dan saling merendahkan diri satu sama lain di dalam Tuhan, di mana rahasia kesatuan pernikahan dapat terawujud (Efesus 5:21,33). Anak-anak menaati dan menghormati orang tuanya di dalam Tuhan, serta orang tua mengasihi dan mengasuh anaknya dalam kasih Kristus (Efesus 6:1-3). Ketika suami-isteri dan anak-anak tunduk serta takut kepada Tuhan, maka keluarga menjadi hal yang indah dan memberikan pengalaman yang menarik bagi anggota keluarga. Kenyataan seperti itulah, sehingga setiap anggota keluarga merasa saling melengkapi dan dicukupi apa yang menjadi kebutuhannya. Dengan demikian sebuah keluarga yang harmonis dalam Tuhan dapat terealisasikan. Demikian juga Tong menegaskan, bahwa tujuan Allah dalam membentuk suatu keluarga adalah membesarkan anak-anak yang akan menjadi umat Allah, sehingga wakil-wakil Allah di bumi ini akan bertambah dan begitu pula dengan pengaruhnya, sehingga keluarga Kristen menjadi saksi Kristus di mana pun mereka berada (Tong, 1993:30). Paulus menerapkan prinsip keharmonisan kepada suami-isteri (Efesus 5:21-33), orang tua dan anak-anak (Efesus 6:1-4). Kunci dari keharmonisan sebuah keluarga terletak pada hal merendahkan diri seorang kepada yang lain (Efesus 5:21,33). Sikap saling merendahkan diri tersebut menyangkut soal pengaturan bekerjanya suatu otoritas, bagaimana otoritas itu diberikan dan bagaimana otoritas itu diterima dalam relasi antar anggota keluarga Kristen, di mana masing-masing tidak mementingkan diri sendiri (Efesus 5:21,33; 5:23). Ada sebuah slogan mengenai pernikahan yang mengatakan bahwa kunci menuju pernikahan yang sehat adalah dengan membuka mata selebar-lebarnya sebelum menikah dan setengah tertutup sesudah menikah (Thomas Fuller, dalam Memahami Pasangan Anda, 2001:170). Namun, kunci yang terbaik dalam meraih kebahagiaan dalam sebuah keluarga adalah bagaimana keluarga itu meletakkan Kristus sebagai pusat dalam kehidupan keluarga. Lahaye juga mengatakan hal seperti di atas, bahwa jika Kristus tidak menjadi Tuhan dan kepala dalam sebuah keluarga, maka keluarga itu tidak akan pernah mengalami semua berkat Tuhan yang dikehendaki Allah terjadi dalam setiap rumah tangga yang dibentuk-Nya. Kristus adalah kunci terbaik untuk kebahagiaan di dalam pernikahan hidup berkeluarga. Dobson juga mengatakan hal yang sama, bahwa untuk menjalin hubungan suami-isteri yang langgeng dan bahagia harus dibangun dan dipertahankan dengan berpusat kepada Kristus, yaitu melalui doa dan taat kepada firman Tuhan. Doa sebagai kekuatan dan penghiburan bagi setiap orang percaya, dan firman Tuhan yang memberikan pengajaran tentang bagaimana cara hidup bersama dalam suasana yang harmonis dan tentram, serta dapat menjamin kestabilan suatu pernikahan (Dobson, 2002:45,46). V. Relasi Suami dengan Istrinya Rumah tangga Kristen merupakan suatu gambaran mengenai hubungan antara Kristus dan jemaat. Allah mempunyai maksud dengan adanya sebuah pernikahan. Pertama, pernikahan sebagai dasar pemenuhan kebutuhan-kebutuhan emosional manusia, “Tidak baik kalau manusia itu seorang diri saja” (Kejadian 2:18). Kedua, pernikahan menyangkut aspek sosial dalam hal melahirkan anak-anak untuk melanjutkan keturunan “prokreasi” (Kejadian 1:28). Ketiga, tujuan fisik dalam pernikahan adalah untuk menolong pria dan wanita memenuhi kebutuhan seksualnya “rekreasi” secara wajar yang diberikan Allah kepada mereka (Kejadian 2:24-25; Efesus 5:31). Keempat, bersangkut-paut dengan aspek rohani dalam pernikahan (Efesus 5:22-23), di mana suami-isteri bersama-sama menikmati penyerahan diri pada kasih Kristus (Efesus 5:21; 6:5-8). Dalam suratnya di Efesus, Paulus memberikan nasihat kepada keluarga-keluarga Kristen (Efesus 5:21-6:1-9). Relasi yang benar antar anggota keluarga Kristen adalah didasarkan akan rasa takut pada Kristus. Baik itu relasi antara suami-isteri, maupun orang tua dengan anak. Paulus kepada jemaat di Efesus mengatakan: Hai isteri, tunduklah kepada suamimu seperti kepada Tuhan, karena suami adalah kepala isteri sama seperti Kristus adalah kepala jemaat. Dialah yang menyelamatkan tubuh. Karena itu sebagaimana jemaat tunduk kepada Kristus, demikian jugalah isteri kepada suami dalam segala sesuatu. Hai suami, kasihilah isterimu sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat dan telah menyerahkan diri-Nya baginya. (Efesus 5:22-25) Ayat di atas menjelaskan bahwa Paulus memberikan nasihatnya kepada para suami dan isteri dalam membangun relasi yang dapat dibenarkan di dalam Tuhan (bd. Filipi 1:27; 2:1-5). Suami sebagai kepala dalam sebuah rumah tangga dapat memiliki relasi yang baik dengan isteri, begitu juga isteri dengan suami. Kegagalan atau hancurnya sebuah pernikahan karena laki-laki tidak belajar bagaimana menjadi seorang suami, di mana laki-laki atau suami itu dipanggil oleh Allah untuk menjadi pemimpin di dalam rumah tangga dan tidak seharusnya menuntut isteri untuk bertindak terlebih dahulu (Evans, 1999:176). VI. Penutup Seperti halnya sebuah relasi itu merupakan suatu keadaan yang tetap, maka relasi itu senantiasa berubah menuju pada keadaan yang lebih baik atau keadaan yang lebih buruk. Para isteri dan suami harus bekerja sama untuk menjadikan keadaannya lebih baik. Ini merupakan suatu pilihan, di mana suami-isteri memilih untuk bekerja sama demi membentuk suatu hubungan yang baik di dalam Tuhan, sesuai dengan kehendak Tuhan yang berpadanan pada hubungan Kristus dengan jemaat (bd.Efesus 5:31-33). Sumber Pustaka: Dobson, James. tt Berani Mendisiplin. Jepara: Silas Press (Asli: Dare To Discipline. Illionis, U.S.A). 2002 Cinta Kasih Seumur Hidup. Bandung: Yayasan Kalam Hidup. (Asli: Love For A Lifetime, Oregon, U.S.A). Evans, Tony. 1999 Tiada Lagi Dalih. Bandung: Cipta Olah Pustaka. (Asli: No More Excuses, Illionis, U.S.A). Heath, W. Stanley. 2005 Teologi Pendidikan Anak: Dasar Pelayanan Kepada Anak. Bandung: Kalam Hidup. Lembaga Alkitab Indonesia. 1990 Alkitab. Jakarta: LAI. Lahaye, Tim. 2001 Kebahagiaan Pernikahan Kristen. Jakarta: BPK GM. Moulton, Harold K. 1978 The Analytical Greek Lexicon Revised. Grand Rapids: Zondervan Publishing House. Osborne, Cecil G. 2001 Seni Memahami Pasangan Anda. Jakarta: BPK Gunung Mulia. (Asli: The Art of Understanding Your Mate, Grands Rapids, U.S.A). Sasela, Maarjes. 2001 Komunikasi Suami-Isteri: Jembatan Menuju Keluarga Bahagia. Jakarta: Novum Gracia Literatur. Scheunemann, Volkhard dan Gerlinde. 2001 Hidup Sebelum dan Sesudah Nikah. Batu: YPPII. Sutanto, Hasan. 2003 Perjanjian Baru Interlinier (Yunani-Indonesia) dan Konkordasi Perjanjian Baru (PBIK) Jilid I dan II. Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia. Tong, Stephen. 1993 Keluarga Bahagia. Jakarta: Lembaga Reformed Injili Indonesia. 2003 Membesarkan Anak Dalam Tuhan. Jakarta: Lembaga Reformed Injili Indonesia. Tulus, Tu’u. 1988 Etika dan Pendidikan Seksual. (Bandung: Yayasan Kalam Hidup). Vincent, Marvin R. tt Vincent’s Word Studies of The New Testament: The Epistles of Paul Vols. III (Romans, Corinthians, Ephesians, Phillipians, Colossians, Philemon). Virginia: MacDonal Publishing Company. Ward, Ted. tt Nilai Hidup Dimulai Dari Keluarga. Malang: Gandum Mas. (Asli: Values Begin at Home, Illionis, U.S.A). Wright, H. Norman. 2004 Komunikasi: Kunci Pernikahan Harmonis. Yogyakarta: Gloria Graffa. (Asli: More Communication: Keys for Your Marriage, California,U.S.A)

APA ARTI MENGAMPUNI ORANG LAIN?

APA ARTI MENGAMPUNI ORANG LAIN? *Nono Robiharjo,S.Th., M.A., Introduksi Kadang-kadang orang dapat berkata dengan marahnya, “Dia tidak pantas untuk mendapatkan pengampunan dari saya. Apa yang ia telah lakukan sama sekali tidak dapat diampuni. Faktanya, ia cuma seorang yang tolol.” (bdk. Efesus 4:26). Apakah Anda pernah mendengar pernyataan seperti di atas atau mungkin Anda sendiri pernah berpikir demikian? Mungkin benar dia tidak pantas untuk diampuni, namun apakah Anda ingin sehat dalam hal jasmani, rohani, mental dan emosi Anda? Apakah Anda ingin damai di pikiran Anda? Jawabannya: Ampunilah dia sekarang juga! Konsep Mengampuni (Matius 18:21-35; Kolose 2:13-14; 3:13) Apa kata Alkitab mengenai “pengampunan”? Rasul Paulus dalam surat Kolose 3:13 mengatakan: “Sabarlah kamu seorang terhadap yang lain, dan ampunilah seorang akan yang lain apabila yang seorang menaruh dendam terhadap yang lain, sama seperti TUHAN telah mengampuni kamu, kamu perbuat jugalah demikian. Dan di atas semuanya itu: kenakanlah kasih, sebagai pengikat yang mempersatukan dan menyempurnakan.” Orang yang berada di dalam Kristus memiliki tiga perubahan hidup (Kol 2:13-14): Pertama, menghidupkan (zoopoeio), di dalam Kristus ada hidup sedangkan di luar Kristus tidak ada kehidupan. Kedua, mengampuni. Ketiga, menghapuskan atau membatalkan. Jadi, orang yang diampuni itu diberi hidup oleh Allah Bapa dalam Kristus Yesus. Mengampuni dalam bahasa Yunaninya ditulis dengan kata kharizomai yang berarti pengampunan yang diberikan dengan cuma-cuma (Roma 3:24), dengan sikap yang ramah, memberikan maaf yang iklas dan tulus. “To gratify: to bestow in kindness, grant as a free favour. To sacrifice: a person to the demands of enemies”. Mengampuni itu sama dengan mencoret sama sekali (ditutupi). Menghapus dan membebaskan dipakai kata aphiemi, eksaleipho dan apoluo yang berarti membatalkan, menceraikan, membiarkan dan meninggalkan. Jadi, orang yang diampuni dosa dan kesalahannya (kejahatan) itu dibuat menjadi bersih (katharizo, 1Yohanes 1:9). Pengampunan menyangkut masalah dosa dan kejahatan. Dosa adalah kekejian (kejijikan) bagi TUHAN, maka dosa harus diperhitungkan. Perhitungan (sunairo, Mat 18:23-24) berarti memeriksa catatan hutang (dosa). Hutang sama dengan “pinjaman” (daneion) yang berarti sebuah tanggungan yang harus dibayar dengan lunas (bdk. Roma 6:23; Kol 3:14). Dalam motto camp Pria sejati dikatakan: “Bagi seorang pria sejati dosa adalah dosa dan dosa itu bukan hanya sekedar masalah”. Dosa bukan hanya berbicara masalah dengan pria, tetapi dosa adalah masalah manusia. Dosa adalah masalah yang serius yang harus segera dibereskan. Dalam Perjanjian Baru ada enam kata yang dipakai untuk istilah dosa: Parapiptein atau paraptoma yang berarti “jatuh di samping”. Adikia berarti “ketidakbenaran”. Anomia berarti “tidak berhukum” atau “memberontak” atau “melanggar”. Asebia berarti “tidak ber–TUHAN”. Hamartia yang berarti menggambarkan pelepasan anak panah yang tidak kena sasaran, yakni “pemelesetan”, “kurang memenuhi syarat” atau “kekurang-tepatan”. “Sekaliannya sudah berbuat dosa dan kurang kemuliaan daripada Allah” (Rm 3:23, TL). Kesimpulannya adalah bahwa tidak ada seorangpun yang dapat memenuhi standar Allah dalam keberdosaannya. Standar Allah adalah sempurna (Mat 5:48). Dengan mengerti pengertian dosa diharapkan bahwa kita dapat lebih menghargai anugerah Allah di dalam Kristus, agar dapat menghilangkan segala “rasa-diri-benar” dan mengurangi kebiasaan menghakimi orang lain, sehingga kita mau mengampuni kesalahan orang yang bersalah kepada kita. Pengampunan menyangkut tanggapan emosi kita terhadap orang yang melukai kita. Pembebasan hukuman menyangkut akibat dari tindakannya. Kecuali kalau kita punya hak atau kewibawaan, kita tidak bisa membebaskan orang dari akibat sebuah tindakan, tetapi kita selalu bisa mengampuni. Mengampuni seseorang berarti “memutihkan daftar kesalahannya” dengan kita dan menyerahkan kepada TUHAN tanggung jawab atas hukumannya. Pengampunan memberi kita kesempatan untuk tetap terbuka terhadap orang itu setelah ia bersalah terhadap kita, sama seperti sebelum tindakannya. Paradigma mengenai pengampunan, yaitu: 1. Pengampunan bukan menyangkut sebuah sikap negatif terhadap pelakunya, melainkan sebuah sikap positif terhadap pelakunya. Bencilah dosanya (perilaku dan tindakannya), bukan orang atau oknumnya. 2. Pengampunan memandang pelaku sebagai alat TUHAN (Mzr 76:11; 2 Sam 16:11; Luk 23:34). 3. Pengampunan menganggap luka-luka dari tindakan itu sebagai cara TUHAN untuk menarik perhatian pada kebutuhan pelakunya (KPR 16:26-28). 4. Pengampunan mengakui bahwa kepahitan (balas dendam atau dengan diam saja “bungkam”) berarti menuntut sebuah hak yang sebetulnya kita tidak punyai (Rom 12:19). 5. Pengampunan juga menyadari bahwa pelakunya sudah mulai menerima akibat dari tingkah lakunya. 6. Pengampunan mencakup kerja sama dengan TUHAN dalam kehidupan si pelaku. Sadar atau tidak (Roma 8:28). Gambaran Pengampunan 1. Gambaran yang sempit. Pengampuan yang terbatas, yaitu pengampunan hanya diberikan sebatas tiga sampai tujuh kali dalam memberi pengampunan (Matius 18:21). 2. Gambaran yang luas. Pengampunan yang tanpa batas, yaitu sampai tujuhpuluh kali tujuh kali yang artinya sempurna tidak ada batasannya, no limits (Matius 18:22-35). Akibat tidak Mengampuni Orang yang tidak mau mengampuni akan “diserahkan kepada algojo-algojo” (Matius 18:34-35). Kata “algojo-algojo” dalam bahasa Yunaninya ditulis dengan“basanistes” yang berarti penjaga penjara yang bertugas menyiksa dan menganiaya terhukum dalam pemeriksaan sampai tuntas urusannya. Jadi, dalam kalimat “menyerahkan kepada algojo-algojo” berarti orang yang tidak maumengampuni akan mengalami penyiksaan dan penganiayaan, penderitaan dan sengsara (basanos), statusnya menjadi terdakwa dan terhukum, yaitu berdampak secara: 1. Jasmani: tensi darah naik, maag, banyak penyakit lainnya. Kelelahan dan kurang tidur, wajah murung. Psikosomatis-pneumasomatis. 2. Rohani: susah mengasihi TUHAN (1 Yohanes 4:20-21). Ragu tentang keselamatannya (Matius 6:12). Pertumbuhan rohani orang lain dihalangi. 3. Emosi: stress, depresi, kepahitan, kehabisan tenaga dan akhirnya sampai pada tingkat psikosis (gila). 4. Mental: menjadi budak orang yang dibenci, tidak bisa menikmati hidup sebab dalam pikirannya terus memikirkan orang itu. Hormon stress meningkat, cepat lelah-cepat bosan. 5. Menggandakan akibat kepahitan: gampang kepahitan dan diwariskan kepada keturunannya (dendam kesumat, Ulangan 5:9). Menjadi Serupa dengan Orang yang Dibenci Fokus emosi yang salah: Kita →Memandang rendah orang itu →Konsentrasi penuh dengan terus-menerus memikirkan kesalahannya. →Keserupaan (bertindak mirip orang yang dibenci) → serupa dengan dia: Orang yang dianggap rendah. 1. Apa yang dibenci akan dilakukan. 2. Memikirkan apa yang dibencinya secara terus-menerus. 3. Makin dalam memikirkannya, makin dalam kepahitannya. 4. Reaksinya akan nampak di luar dan dilihat orang lain. 5. Emosi akan muncul dalam tindakan (kompensasi: mabuk-mabukan, menyeleweng dengan “Pria Idaman Lain” atau “Wanita Idaman Lain”, acuh). 6. Identifikasi dengan sikap-sikap dasariah, di mana memiliki kecenderungan untuk mementingkan diri sendiri (egois). Mempersempit pelayanan: Tindakan tidak adil terhadap saudara akan bereaksi yang negatif bagi pelaku, sehingga menjadi penghalang komunikasi. Akibatnya timbul reaksi negatif terhadap teman-teman si pelaku, reaksi terhadap teman pelaku dan juga reaksi dari teman pelaku. Patahkan emosi yang salah pada tahap kepahitan ini agar dapat mengasihi TUHAN! Pemulihan “Memang kamu telah mereka-rekakan yang jahat terhadap saya, tetapi Allah telah mereka-rekakannya untuk kebaikan” (Kej 50:20; Rm 8:28). Menjadi Serupa dengan Orang yang Dikasihi “Tujuan utama dari perintah pertama adalah menetapkan fokus emosi kita kepada TUHAN” (Markus 12:30). Fokus emosi yang benar terhadap Yesus, maka kita akan semakin serupa dengan Kristus (bdk. 1 Yohanes 2:6). Fokus emosi yang benar: Kita →Pengakuan (mengampuni orangnya, Efesus 4:32) →Konsentrasi (pikirkan sikap dan tindakan yang Yesus lakukan dalam menghadapi pendakwa-pendakwa-Nya, Ibrani 12:2) →Keserupaan, yaitu fokus pada Kristus dan firman-Nya. Hidup yang dikuasai oleh Roh Yesus (2 Korintus 3:18; Galatia 5:16,18,25) →Serupa dengan Yesus Kristus. 1. Bebas dari kepahitan, sehingga dapat bebas dalam untuk berelasi dengan TUHAN. 2. Tindakan Yesus adalah standar kita, pertumbuhan iman. 3. Melayani dengan setia, akibatnya bahwa terang TUHAN menjadi nampak dalam kehidupan kita (Efesus 5:9-14). Memperluas pelayanan kita: Tindakan adil terhadap saudara akan menimbulkan reaksi yang benar (positif), sehingga dapat menguatkan menguatkan dan menyembuhkan serta mempengaruhi orang lain. Akibatnya adalah menambah harga diri dan rasa puas dan terjadi sukacita bersama dalam Kristus. Langkah-Langkah Pengampunan: 1. Akuilah kepada TUHAN dan ungkapkan perasaan Anda dengan kata-kata. 2. Evaluasi dengan firman-Nya dan serahkanlah orang yang Anda ampuni itu kepada Allah. 3. Menghapus arsip kesalahannya. 4. Catat dan hapuskan daftar kesalahannya. Apabila tuduhan iblis datang menyerang masuk dalam ingatan kita, usirlah dengan kebenaran Firman-Nya. Setiap orang yang sudah dipulihkan hatinya melalui respon yang benar pada tingkah laku mereka menjadi sebuah pintu yang terbuka bagi kehidupan orang lain yang juga perlu mengerti bagaimana menghayati prinsip-prinsip ini dalam kehidupan mereka sendiri. Mengampuni merupakan pilihan untuk menjadi seorang yang dewasa dan bertanggung jawab. Pengampunan adalah suatu cara untuk membuka hidup Anda sendiri pada kepenuhan yang segar dalam kuat kuasa Roh Kudus. Akankah Anda mau melakukannya? Mengampuni adalah keputusan dan tidak mengampuni juga sebuah keputusan!!! Sekarang tergantung dengan keputusan Anda sendiri. Sedapat-dapatnya, kalau hal itu bergantung padamu, hiduplah dalam perdamaian dengan semua orang (Roma 12:18) Sumber Pustaka: - Lembaga Alkitab Indonesia. Alkitab. Jakarta: LAI:990 - Faircloth, Mary Jane. Komunikasi Antar Pribadi (Bandung: IAT, 1997) - Moulton, Harold K. The Analytical Greek Lexicon Revised. (Grand Rapids: Zondervan Publishing House:1978) - Sutanto, Hasan. Perjanjian Baru Interlinier (Yunani-Indonesia) dan Konkordasi Perjanjian Baru (PBIK) Jilid I dan II. (Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia, 2003).

KESEMBUHAN EMOSI

KESEMBUHAN EMOSI *Ocvita R. Prasetyaningtyas, S.H., M.A. I. PENDAHULUAN Ibu Rose sudah menikah selama tujuh tahun dan sangat mencintai suaminya. Masalahnya Ibu Rose tidak yakin apakah suaminya benar-benar mencintai. Ketidakpercayaannya memaksa Ibu Rose untuk memenangkan hati suaminya dengan merias wajah, rutin ke salon untuk perawatan diri dan selalu berdandan menarik. Ibu Shanti juga wanita yang sangat mencintai suaminya. Ibu ini sangat menikmati perannya sebagai seorang istri. Sebagai rasa terima kasih kepada suaminya, Ibu Shanti selalu merawat diri dan berdandan rapi dan menarik. Kedua ibu ini sama-sama senang berdandan rapi dan menarik. Namun yang membedakan adalah tujuan atau motivasi mereka. Ibu Rose berdandan cantik karena takut dan cemas suaminya akan berpaling pada wanita yang lebih cantik dan lebih muda darinya, sedangkan ibu Shanti berhias diri sebagai ungkapan untuk membalas cinta suaminya. Banyak orang hidup dilandasi dengan motivasi yang salah. Kebanyakan emosi yang negatif menjadi alasan seseorang untuk bertindak. Ini merupakan masalah emosi. Seperti penyakit pada tubuh kita, jika dibiarkan akan mengganggu aktivitas gerak kita, maka gangguan emosi juga akan berpengaruh pada gerak nalar kita, terutama dalam berperilaku dan bertindak. Karenanya, orang-orang yang demikian perlu mengalami kesembuhan emosi. Dalam Pengakuan Percaya Gereja Bethel Injil Sepenuh dalam 12 Pokok Kebenaran di ayat ke 10 dikatakan, “Kami percaya bahwa tiap-tiap orang beriman dapat disembuhkan dari segala penyakitnya oleh kuasa doa dalam nama Tuhan Yesus Kristus” (Tata Gereja Badan Persekutuan Gereja Bethel Injil Sepenuh, 2003. Hal 8). Frase “…dapat disembuhkan dari segala penyakitnya”, termasuk sakit secara emosi (kejiwaan). Menurut hemat saya jika emosi manusia yang sakit tidak hanya doa biasa yang dibutuhkan, tapi doa yang disertai skill khusus. Oleh sebab itu, saya akan memberikan pemaparan dibawah ini mengenai Kesembuhan Emosi. II. PENGERTIAN EMOSI DAN KESEMBUHAN EMOSI Menurut Kamus Bahasa Indonesia, emosi adalah 1 perasaan batin yg kuat; 2 keadaan dan reaksi psikologis dan fisiologis (spt kegembiraan, kesedihan, keharusan, kecintaan, keberanian yg bersifat subjektif). Dalam literatur psikologi, emosi memiliki arti dan definisi berbeda-beda, tergantung orientasi teoritis dan penelitian para pakar. Namun definisi yang representatif dikemukakan oleh Kleinginna & Kleinginna, yang menyebutkan emosi adalah suatu perangkat interaksi kompleks antara faktor-faktor objektif dan subjektif, yang diantarai oleh sistem neural/hormonal. Interaksi itu dapat menimbulkan pengalaman afektif (perasaan senang/tidak senang, suka/tidak suka) (Suprapti Sumarmo Markam dalam Kumpulan Artikel Psikolog 3). Emosi mengandung tiga komponen; komponen faali/tanda fisik (misal: ketika marah, jantung berdebar-debar; ketika takut muka pucat), komponen kognitif/otak (kesadaran akan adanya suatu perasaan) dan komponen kecenderungan berperilaku ekspresif (baik melalui kata-kata atau tindakan). Ringkasnya, emosi merupakan perasaan batin yang memiliki elemen fisik dan kognitif-nalar yang mempengaruhi perilaku seseorang. Emosi menanggapi secara terus-menerus berbagai gagasan, kegiatan dan keadaan sosial yang kita hadapi sepanjang hari. Secara umum emosi dibagi dua, yakni emosi positif dan emosi negatif. Emosi terjadi apabila suatu hal yang menyinggung, menyentuh kepedulian, nilai, keyakinan yang dimiliki seseorang sebagai hasil pendidikan yang diperolehnya sejak dini. Apabila ia menilai sesuai dengan nilai yang dianut, atau sesuai dengan tujuannya maka akan timbul emosi positif. Contohnya bahagia, antusias, kagum dan senang. Namun, apabila peristiwa itu dinilai bertentangan dengan nilai yang dianutnya, menghina harga diri dan sebagainya maka muncul emosi negatif yang cenderung menghasilkan perilaku-perilaku yang tidak sehat, seperti marah, kuatir, takut, sedih, antipasti, kesepian, depresi. Mengenai definisi kesembuhan dalam Kamus Bahasa Indonesia kita hanya menemukan penjelasan yang singkat saja. Menurut Kamus Bahasa Indonesia, sembuh adalah menjadi sehat kembali (tt orang sakit, dr sakit atau penyakit); pulih jadi kesembuhan adalah perihal (yg bersifat) sembuh. Artinya kesembuhan adalah perubahan positif yang terjadi pada diri seseorang menyangkut jasmani-rohani; yakni dari sakit menjadi sehat. Jadi kesembuhan emosi tidak berkaitan dengan emosi secara keseluruhan. Namun berfokus pada masalah-masalah emosi negatif, yakni perilaku-perilaku emosi yang tidak sehat yang mengganggu kedewasaan seseorang. III. DASAR-DASAR ALKITAB UNTUK KESEMBUHAN EMOSI 1Tes 5:23, Semoga Allah damai sejahtera menguduskan kamu seluruhnya dan semoga roh, jiwa dan tubuhmu terpelihara sempurna dengan tak bercacat pada kedatangan Yesus Kristus, Tuhan kita. Manusia memiliki roh, jiwa dan tubuh. Dimana emosi atau perasaan termasuk dalam bagian jiwa manusia. Menurut Kenneth E Hagin secara ringkas, sifat manusia dalam dimensi jiwa adalah dimensi manusia yang berperan dalam hubungan-hubungan dengan dunia mental, intelek manusia, emosi, perasaan, dan kemauan; ini adalah bagian manusia yang mempertimbangkan dan berpikir. Di masa lalu kesembuhan banyak dikaitkan dengan penyakit jasmani. Banyak literatur Kristen mengenai kesembuhan Ilahi bermunculan di pasaran, sedangkan kesembuhan batin baru terbit belakangan. Rupanya kesadaran akan pentingnya kesembuhan batin termasuk emosi sama pentingnya dengan kesembuhan fisik mulai dipertimbangkan para hamba Tuhan. Padahal jauh sebelumnya Alkitab telah menyinggung mengenai kesembuhan batin ini. Berikut penjelasannya. 1. Tuhan menghendaki kita sehat Alkitab menyatakan bahwa Tuhan menciptakan manusia pertama dalam keadaan sehat sempurna. Diciptakan menurut gambar dan rupa Allah. Juga menjadi ciptaan yang sungguh amat baik (Kej. 1 : 26, 31). Tuhan menghendaki bagi umat manusia itu hidup sehat, bukan menderita dalam kesakitan. Hal ini disampaikan baik dalam Perjanjian Lama maupun dalam Perjanjian Baru. Dalam Ulangan 7:15 dikatakan, ”TUHAN akan menjauhkan segala penyakit dari padamu, dan tidak ada satu dari wabah celaka yang kaukenal di Mesir itu akan ditimpakan-Nya kepadamu, tetapi Ia akan mendatangkannya kepada semua orang yang membenci engkau.” Dan juga dalam surat 3 Yoh 1:2 tertulis, ”Saudaraku yang kekasih, aku berdoa, semoga engkau baik-baik dan sehat-sehat saja dalam segala sesuatu, sama seperti jiwamu baik-baik saja.” Versi NKJV diterjemahkan, ”Beloved, I pray that you may prosper in all things and be in health, just as your soul prospers.” Dengan kata lain Allah menghendaki supaya kita hidup sehat. Benny Hinn dalam kata pengantar yang ditulisnya untuk buku ”Berjalan dalam Kesehatan Ilahi” karangan Don Colbert, M.D., mengatakan, ”Rencana Allah bagi manusialah agar manusia dapat menikmati kesehatan ilahi. Terlihat dari tubuh alami kita, dimulai dari struktur setiap sel tubuh mendukung pernyataan tersebut. Kesembuhan terjadi dalam tubuh manusia terus menerus. Sebagai contoh, apa yang terjadi jika jari anda terluka? Tidak peduli seberapa parah atau seberapa besar luka tersebut, saat itu juga setiap sel dalam tubuh anda akan memulai proses penyembuhan. Semua ini disebabkan adanya kemampuan dari tubuh ”pemberian Allah” untuk sembuh dengan sendirinya.” Orang yang sakit tidak dapat melakukan tugas. Orang sakit adalah orang yang butuh istirahat. Kita tidak akan pernah bisa mencapai potensi yang maksimal jika tubuh kita sakit. Oleh sebab itu Allah menghendaki kita sehat. ORANG YANG SEHAT ADALAH ORANG YANG MEMILIKI PELUANG DAN DIBERI BANYAK KESEMPATAN UNTUK MELAKUKAN SEBUAH TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB DENGAN MAKSIMAL 2. Tuhan menghendaki setiap orang percaya mengalami pertumbuhan rohani Sebagai seorang Kristen hidup kita diawali dengan pertobatan. Ketika kita mengakui keotoritasan Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juru Selamat maka secara resmi kita adalah seorang ciptaan baru di dalam Kristus (2 Kor 5:17). Akan tetapi secara pengalaman, kita belum mengalami menjadi suatu realita ciptaan baru. Kita hidup menurut pikiran, kehendak dan emosi kita sendiri yang seluruhnya rusak. Untuk itulah maka setelah kelahiran baru kita perlu masuk dalam proses pertumbuhan. Firman Tuhan berkata, “… ia wajib hidup sama seperti Kristus telah hidup” (1 Yoh 2:6). Dalam 2 Korintus 3:18 Rasul Paulus juga berbicara tentang orang-orang Kristen yang diubahkan “dalam kemuliaan yang semakin besar.” Ini berarti pertumbuhan rohani kita diukur dari keserupaan Kristus dalam nilai-nilai, sikap dan karakter Allah dalam seluruh kehidupan kita. Harus diakui bahwa perintah Allah untuk “… ia wajib hidup sama seperti Kristus telah hidup” adalah perintah yang berat. Hal ini dikarenakan adanya pikiran, emosi dan kehendak kita yang telah rusak akibat pengalaman traumatis di masa lalu ataupun pola asuh yang keliru dalam keluarga sehingga menjadi unsur penghalang dalam pertumbuhan rohani. Meski demikian jika kita mau berjalan dalam tuntunan Roh Kudus kita akan mengalami kemenangan demi kemenangan yakni pengalaman kesembuhan batin. IV. MASALAH-MASALAH EMOSI Masalah emosi bisa menimpa siapa saja, tua muda, miskin kaya, punya pengaruh atau tidak punya pengaruh. Namun beberapa orang tidak menyadari dirinya sedang memiliki problem emosi, bahkan hingga yang akut sekalipun. Ada beragam masalah seputar emosi, namun di sini hanya akan disajikan beberapa saja mengingat keterbatasan ruang. Tujuan agar pembaca mempunyai gambaran mengenai masalah-masalah seputar emosi sehingga dapat memberikan penanganan dini. 1. Depresi Menurut Wright depresi adalah suatu pengalaman yang menyakitkan, suatu perasaan yang tidak ada harapan lagi. Depresi disebut juga sebagai penyakit pilek pikiran. Depresi merupakan bentuk kemuraman, kehilangan atau keadaan perasaan tertekan kemudian mempengaruhi hati, cara berpikir, fungsi tubuh dan perilaku. Karena sifatnya yang demikian maka dapat digolongkan ke dalam penyakit. Depresi dapat terjadi akibat stress yang tidak terselesaikan. Gejala-gejala orang depresi antara lain: - Malas bangun pagi hari - Melepaskan tanggung jawab keluarga - Pelupa dan ragu-ragu - Selera makan hilang - Gangguan seksualitas - Menutup diri, tidak mau diganggu - Sulit tidur - Pikiran terganggu/pikiran jelek - Suka istirahat di siang hari dan tetap capek setelah bangun - Tidak berdaya dan sulit berpikir untuk mencari solusi - Merasa tidak disukai orang lain, benci diri sendiri - Mengalami perubahan fisik - Keluhan penyakit baru: gatal, berkeringat, mual tanpa sebab - Mengira sedang menderita penyakit yang serius Penyebab depresi: Menurut Gary Collins ada tiga penyebab depresi yakni, pertama, keadaan tubuh. Misalnya gangguan hormonal (menopause), tumor, virus yang mengganggu perubahan kimiawi. Kedua, tekanan-tekanan. Misalnya stress yang menumpuk, kehilangan pekerjaan atau orang yang dikasihi. Ketiga, putus asa. Merasa tidak berdaya, sangat lemah, sendirian. Contoh : Elia dalam (1 Raja-raja 19:3). 2. Cemas Berlebihan Kecemasan adalah wujud emosi negatif yang tidak kentara tetapi dampaknya kuat. Sumber rasa cemas akan mudah ditelusuri dengan meneliti tiga penyebab dasar. Pertama, harga diri yang mungkin terancam oleh keraguan akan penampilan lahiriah maupun kemampuan. Kedua, kesejahteraan pribadi terancam oleh ketidakpastian akan masa depan, keraguan dalam mengambil keputusan dan keprihatinan akan materi. Ketiga, kesejahteraan pribadi terancam oleh berbagai konflik yang tidak terpecahkan. 3. Rasa Takut Rasa takut adalah perasaan yang sangat kuat yang mengiringi peristiwa traumatis, karena pada saat itu ada ancaman terhadap keutuhan hidup kita, baik secara jasmani maupun secara kejiwaan. Apakah kita tidak boleh memiliki rasa takut? Bukan demikian pengertiannya. Pada porsi yang normal, rasa takut diperlukan. Tanpa rasa takut, orang tidak tahu hal-hal yang membahayakan di depan matanya. Bagaimana kita bisa membedakan rasa takut yang wajar dan yang tidak wajar ? Rasa takut yang wajar adalah perasaan takut yang timbul ketika ada ancaman spesifik yang bisa membahayakan seseorang. Contoh: orang yang takut karena adanya gempa. Rasa takut yang tidak wajar adalah perasaan takut yang timbul walaupun tidak ada ancaman spesifik atau ketika ancaman bahaya sudah berlalu tapi perasaan takut masih menguasai. Contoh: gempa sudah lama berlalu tapi perasan takut masih ada yang memberikan reaksi yang berlebihan seperti keringat dingin. 4. Perilaku Adiktif Seorang wanita mengalami pengalaman pahit di masa kecil, yakni pada usia 5 tahun ditinggal papa tercinta untuk selama-lamanya. Untuk melupakan peristiwa pahitnya ini ia atasi dengan cara makan sebanyak-banyaknya. Akibatnya ia mengalami kegemukan (obesitas). Selama 10 tahun ia bergumul dengan kegemukannya ini, namun kecanduannya ini pulih seiring pemulihan hati oleh karya Roh Kudus. Seseorang yang memiliki masa lalu yang kelam biasanya berusaha melupakannya dengan cara menghindar dari akar masalah. Beberapa menjadi kecanduan. Inilah yang disebut perilaku adiktif. Perilaku adiktif berkembang tidak hanya terhadap alkohol dan narkoba, namun bisa terhadap uang dengan cara menghambur-hamburkan uang, shopping pakaian overdosis. Dewasa ini banyak kasus ditemui di kalangan wanita mengenai gangguan makanan seperti bulimia (makan sebanyak-banyaknya lalu dimuntahkan lagi), anorexia (membuat diri kelaparan) dan kegemukan (obesitas). V. LANGKAH –LANGKAH UNTUK MENERIMA KESEMBUHAN EMOSI Hal pertama yang perlu diingat bahwa tidak ada yang terjadi dalam hidup kita terjadi begitu saja. Buah dalam hidup kita, yakni setiap perilaku kita berasal dari “sesuatu”. Menurut Joyce Meyer, seseorang bersikap kasar dan ringan tangan karena suatu alasan. Perilakunya merupakan buah yang buruk dari pohon yang buruk dengan akar-akar yang buruk. Penelitian yang cermat terhadap akar-akar masalah dalam hidup kita adalah penting. Untuk itu ada langkah-langkah yang harus dilakukan supaya seseorang mengalami kesembuhan emosi. 1. MENGAKUI kebutuhan untuk sembuh. Dalam pelayanan kesembuhan emosi, hal pertama yang penting untuk dilakukan adalah seseorang harus berani mengakui bahwa dirinya sakit (Mat 9:10-13). Banyak dari kita telah membohongi diri sendiri dan orang lain dengan mengatakan, “Aku baik-baik saja, tidak ada masalah.” Bagi banyak orang hal ini bukan masalah. Tetapi jika kita terluka dan tidak mengakui bahwa kita mempunyai kebutuhan, maka jelas tidak ada tempat untuk kesembuhan atau pertolongan dalam hidup kita. Mengakui kebutuhan kita merupakan suatu tanda kesehatan mental yang baik dan bukti dari sikap yang jujur. 2. MENDIAGNOSA masalah. Layaknya seorang dokter mendiagnosa penyakit pasien. Diagnosa yang tepat akan memberikan cara penanganan yang tepat. Seorang remaja mungkin memiliki masalah dengan pergaulannya dengan teman sebayanya di sekolah, ketika sumber masalah itu diketahui sebenarnya itu berasal dari rasa sakit terhadap orang tua tirinya yang kejam di rumah. Seorang istri mungkin merasa sangat sakit hati setiap kali suaminya menghukum salah satu anaknya. Namun, rupanya rasa sakitnya itu berasal dari luka emosionalnya sendiri sebagai seorang anak ketika dahulu diperlakukan sama oleh ayahnya. Menurut Joyce Meyer, dalam hal ini penting bagi seorang hamba Tuhan untuk mengijinkan Roh Kudus memandu dan mengarahkan kita dalam proses diagnosa ini. Karena aspek pelayanan Roh Kudus adalah memimpin kita kepada kebenaran (Yoh 16:13) dan Roh Kudus mengingatkan kita (Yoh 14:26). Mungkin ada hal-hal yang terlupakan karena mengingatnya membuat mereka merasa sangat pedih , sedangkan hal-hal tersebut perlu diingatkan kembali dalam rangka proses penyembuhan. 3. MENGAMPUNI diri sendiri dan orang lain Jika Anda mendapat luka di tangan Anda dan Anda meninggalkan luka terbuka, cepat atau lambat luka tersebut akan terkontaminasi dan terinfeksi. Hal yang sama berlaku di daerah emosional. Luka emosi adalah luka terbuka untuk datangnya kemarahan, kepahitan, depresi, dan kecemasan. Firman Tuhan menunjukkan bahwa kita bisa "memberikan tempat untuk iblis" ketika kita marah lebih dari satu hari (Efesus 4:26-31). Agar supaya hati kita bebas dari kontaminasi, maka kita harus mengampuni mereka yang telah menyinggung kita. Mengampuni bukanlah sekedar melupakan kesalahan yang dilakukan seseorang terhadap kita, juga bukan semacam perasaan rohani yang mistik. Mengampuni berarti memaafkan orang untuk kesalahan yang telah diperbuatnya. Mengampuni berarti menunjukkan kasih dan penerimaan meskipun disakiti. Mengampuni seringkali merupakan proses dan bukan suatu tindakan "sekali jadi". Kita terus mengampuni SAMPAI rasa sakit itu hilang. Semakin dalam lukanya, semakin besar pengampunan itu diperlukan. Untuk mengetahui lebih jelas pembahasan mengenai mengampuni silahkan dibaca tulisan Nono Robiharjo, S.Th di BETHELIGHT edisi 20 Mei 2012, halaman 27-29, dengan judul artikel: APA ARTI MENGAMPUNI ORANG LAIN? Jika Anda telah disakiti oleh orang lain, maka penting sekali tidak hanya untuk mengampuni mereka yang menyakiti Anda, tetapi juga minta ampun kepada Allah atas reaksi Anda yang salah terhadap mereka. Jika Anda lakukan ini, mungkin Anda akan merasakan suatu kebutuhan untuk MENGAMPUNI DIRI SENDIRI. Ada kalanya, musuh terbesar kita adalah kegagalan kita sendiri. Sering kali kita lebih keras terhadap diri sendiri daripada terhadap siapapun. Jika Anda mengalami kegagalan, curahkanlah rasa gagal itu kepada Tuhan didalam doa, akui dosa Anda, dan katakan kepadaNya bahwa Anda TELAH mengampuni diri sendiri. Setiap kali rasa gagal itu muncul berterima kasihlah kepada-Nya buat pengampunan-Nya. 4. MEMUTUSKAN pola hidup yang diwariskan kepada kita Biasanya orang tua mewariskan sistem nilai dan kepercayaan kepada anak-anaknya. Sistem nilai di satu keluarga belum tentu sama dengan keluarga yang lain. Karena ini merupakan pola yang kita terima sejak kecil maka kadang kala kita tidak sadar bahwa apa yang selama ini kita lakukan atau percayai adalah keliru dan jahat. Seorang wanita yang memiliki warisan traumatis di masa kecil akibat sang yang berselingkuh dan meninggalkan ibu dan dirinya. Ibunya tidak bisa mengampuni suaminya itu dan mengajarkan anaknya supaya untuk mengawasi suaminya kelak. Trauma ini menggores hatinya dan terus terbawa ke dalam kehidupan pernikahannya. Wanita ini selalu mencurigai kalau suaminya pulang telat. Ia selalu mendesak dengan banyak pertanyaan. Rasa curiga dan ketidakpercayaan ini membuat dirinya tersiksa siang malam. Pola dan sistem nilai yang keliru seperti ini perlu diputuskan agar tidak mengintimidasi dan membuka luka yang baru dipulihkan. 5. PIKIRKANLAH pikiran Allah. 1 Petrus 4:1 menyatakan, “Jadi, karena Kristus telah menderita penderitaan badani, kamu pun harus juga mempersenjatai dirimu dengan pikiran yang demikian-karena barangsiapa telah menderita penderitaan badani, ia telah berhenti berbuat dosa.” Penelitian yang cermat mengenai ayat ini menyingkapkan bahwa kita harus memperlengkapi diri dengan pikiran yang benar. Karena memiliki “susunan pikiran” yang tepat adalah penting untuk menang. Jadi kita perlu meluangkan waktu untuk merenungkan firman Tuhan setiap hari. Diperlukan waktu 49 hari untuk mematahkan suatu kebiasaan buruk dan menggantinya dengan yang baik. 6. BERTEKUNLAH dalam doa dan melakukan Firman Allah. Sembilan puluh persen dari keberhasilan ialah menyelesaikan! Alkitab berkata, "Jika kita bertekun, kitapun akan ikut memerintah dengan Dia" (2 Tim 2:12). Ketekunan mempunya dua aspek: di satu sisi ketekunan berarti komitmen di pihak kita untuk tidak menyerah, suatu tekad untuk mengerjakannya sampai tuntas. Di sisi lain ketekunan berhubungan dengan kesanggupan yang diberikan Allah. Allah memberi kasih karunia kepada kita untuk dapat menyelesaikannya apa yang Ia perintahkan untuk kita lakukan. PerintahNya juga merupakan janji kemenangan-Nya. VI. PENUTUP Mrk 2:17, Yesus mendengarnya dan berkata kepada mereka: "Bukan orang sehat yang memerlukan tabib, tetapi orang sakit; Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, melainkan orang berdosa." Yesus ingin membawa manusia yang ia sembuhkan secara total dan holistic masuk ke dalam persekutuan dengan Allah dan mengalami kelimpahan berkat Allah yang seutuhnya (bdk. Yoh.10:10). Yesus disebut waktu itu sebagai seorang tabib, dokter pada jaman sekarang. Menurut kamus Webster dokter adalah “seseorang yang trampil dalam seni penyembuhan”. Perjanjian Baru melukiskan betapa Yesus trampil dan punya seni dalam menyembuhkan. Ia selalu memperlakukan manusia secara utuh. Di sisi lain Ia mampu memberikan kesembuhan sesuai kebutuhannya, baik di bidang emosi, fisik, atau pun spiritual. Yesus adalah Pribadi Penyembuh. Kehadiran-Nya saja telah membuat orang lain menjadi sembuh (bdk. Petrus). Pendekatan holistik juga sangat menekankan soal “seni”, lebih daripada pengetahuan medis. Cara Yesus menyembuhkan sangat kreatif. Ada dengan meraba, penopangan tangan (touching), dengan berkata (komunikasi), dengan ludah (mirip dengan penggunaan minyak), exorcism (pengusiran setan), dlsb. Namun inti dari seluruh pelayanan Yesus adalah membawa individu kepada pemulihan relasinya dengan Allah. Jika kita dapat menjadi ‘pribadi-pribadi penyembuh’, maka masyarakat kita menjadi the healing community. Hanya orang yang sehat dapat peduli pada kesehatan orang lain. Orang buta tidak bisa menuntun orang buta. Luk 6:39, Yesus mengatakan pula suatu perumpamaan kepada mereka: "Dapatkah orang buta menuntun orang buta? Bukankah keduanya akan jatuh ke dalam lobang? ----------------------------------------------------------------------------- *Ocvita Retnoprasetyaningtyas, S.H., M.A., Adalah hamba Tuhan di GBIS Purwokerto. Pelayanan lain yang dipercayakan Tuhan dalam hidupnya adalah sebagai Konselor dan Pembicara dikalangan Anak Muda, Pengajar di STT Injili Purwokerto, Exs. Staff dan Pengajar di STT Torsina Surakarta. Sumber Pustaka: - Alkitab. (Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia. 1990/TB/BIS). - David A. Seamands, Kesembuhan Memori (Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 2007) - Echols, John M. Kamus Inggris Indonesia. (Gramedia Pustaka Jakarta, 1990). - Joyce Meyer, Perhiasan Kepala Ganti Abu Bebas Dari Kenangan Menyakitkan (Jakarta: Metanoia, 2001) - Kenneth E Hagin, Manusia Dalam Tiga Dimensi (Jakarta: Yayasan Pekabaran Injil Imanuel) - Kumpulan Artikel Psikologi 3 (Jakarta: Intisari Mediatama, 2008) - Paul Meier, M.D, Dkk, Mengendalikan Mood Anda (Yogyakarta: yayasan Andi, 2000) - Rudy A. Alouw, MA, Stress, Depresi, Penyakit dan Terapinya (Bandung: Institut Alkitab Tiranus) - School of Healing (Duta Pembaharuan, 2008) - Sue Burnham, Emosi Dalam Kehidupan (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1990) - Tata Gereja Badan Persekutuan Gereja Bethel Injil Sepenuh, (Solo. 2003).

MENJAGA HATI SEBAGAI UPAYA MENCAPAI KEHARMONISAN KELUARGA

MENJAGA HATI SEBAGAI UPAYA MENCAPAI KEHARMONISAN KELUARGA *Nono Robiharjo, S.Th., I. PRAWACANA Kata orang bijak bahwa ‘hati’ merupakan jendela kehidupan. Dimana jendela berfungsi untuk melihat dunia di sekitarnya. Yang pasti disini bahwa hati adalah pusat kehidupan manusia, karena segala proses keputusannya terjadi di seputar hati. Jika hati kita bermasalah maka hidup ini akan penuh dengan masalah. Namun jika hati kita beres maka semuanya bisa menjadi beres. Kesuksesan anda ditentukan oleh hati anda. Your succes is determined by your heart. So, open your heart and make up your mind agar hidup ini lebih indah untuk dinikmati dan lebih bermakna bagi diri sendiri, juga bagi orang lain. Amsal 4:23 mengatakan: Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan. (TB) Frase Jagalah hatimu dalam versi King James Version (KJV) Strong’s Hebrew and Greek Dictionaries. e-Sword–the Sword of the LORD with an electronic edge ditulis dengan “Keep thy heart.” Keep (H5341): נצר (nâtsar: naw-tsar') A primitive root; to guard, in a good sense (to protect, maintain, obey, etc.) or a bad one (to conceal, etc.): - besieged, hidden thing, keep (-er, -ing), monument, observe, preserve (-r), subtil, watcher (-man). (Menjaga: menjaga, dalam hal yang baik (spt: melindungi, memelihara, menaati dsb) atau hal yang negatif (spt: menyembunyikan dsb): dikepung, hal yang tersembunyi, penjaga, penjagaan, monument, memperhatikan, menyajikan, mengamati). Sementara kata ‘keep’ dalam Kamus Inggris Indonesia memiliki 9 arti, yakni menjaga, memelihara, membuat catatan, menyimpan, menerima, menunjukkan, turut, menahan, terus. Dan guard memiliki arti pengawal, penjaga, penjagaan, kunci (John M. Echols, Gramedia Pustaka Jakarta, 1990. hal 340; 282) thy heart (H3820): לב (lêb: labe) A form of H3824; the heart; also used (figuratively) very widely for the feelings, the will and even the intellect; likewise for the centre of anything: - + care for, comfortably, consent, X considered, courag [-eous], friend [-ly], ([broken-], [hard-], [merry-], [stiff-], [stout-], double) heart ([-ed]), X heed, X I, kindly, midst, mind (-ed), X regard ([-ed)], X themselves, X unawares, understanding, X well, willingly, wisdom. (Hatinya: hati, juga digunakan secara luas mengenai perasaan-perasaan, kehendak dan bahkan intelektual; demikian juga pusat segala sesuatu: - + memelihara, dengan nyaman, mengijinkan, mempertimbangkan, keberanian, keramahan, ([patah h.], [keras h.], [h. yg gembira], [kukuh h.], [gagah berani], ganda) perhatian, baik, tengah-tengah, pikiran, hormat, pemahaman, kehendak, kebijakan). Kata ’hati’ berpadanan dengan kata Ibrani lêb (lamed-sere-bet, baca: lev) atau lebab (lamed-sere-bet-qames-bet, baca: levav), yang dibentuk dari akar kata lb (lamed-bet). Dalam piktograf Ibrani kuno, huruf “lamed” adalah gambar tongkat gembala yang melambangkan ide “otoritas” atau “yang berkuasa”. Sedangkan huruf “bet” adalah gambar denah bagian dalam tenda yang antara lain berarti “di dalam”. Gabungan dua piktograf itu, lb (lamed-bet) atau “hati”, berarti “yang berkuasa di dalam”. Hati memiliki kuasa atau otoritas untuk menentukan langkah hidup kita. Dalam terjemahan Firman Allah Yang Hidup dikatakan “… hatimu mempengaruhi segala sesuatu dalam hidupmu.” (Ams 4:23, FAYH). Segala sesuatu yang terjadi dalam hidup kita dipengaruhi dan dikendalikan oleh hati. Hati menentukan semua hal dalam hidup manusia. Baik itu sikap, pikiran, keinginan, perilaku, tutur kata, iman, dan lain-lain ditentukan oleh hati. Oleh sebab itu hati kita perlu dijaga dengan segala kewaspaadaan (with all diligence, KJV) dan penuh ketekunan (with all diligence, NKJV) serta penuh perhatian (with all care, BBE), ”... sebab hatimu menentukan jalan hidupmu.” (BIS). Bahkan dalam versi Jawa dikatakan “Sing ngati-ati bab apa sing kok pikir. Sebab uripmu kuwi ditata déning pikiranmu.” (Ams 4:23, JAWA). Apa yang kita pikirkan menentukan kehidupan kita. Atau dengan kata lain apa yang kita pikirkan dalam hati, itulah kita, “For as he thinks in his heart, so is he.” (Proverbs 23:7a, NKJV) Hati adalah dasar karakter dan tindakan kita. Bila hati kita belum diperbaharui maka kondisi hati kita adalah seperti yang terdapat dalam Injil Markus 7:21-23 dan Matius 15:18-19, yakni hati yang jahat. Itulah sebabnya Tuhan mau perbaharui hati kita dan ketika hati kita sudah diperbaharui maka tugas kita adalah menjaganya dengan seksama, dengan segala kewaspadaan, dengan terus menerus supaya tetap bersih dari kebencian, iri hati, dendam agar hati kita berkenan dihadapanNya. Yeheskiel 36:26 berkata, ”Kamu akan Kuberikan hati yang baru (New [H2319] חדשׁ [châdâsh - khaw-dawsh'] From H2318; new: - fresh, new thing), dan roh yang baru di dalam batinmu dan Aku akan menjauhkan dari tubuhmu hati yang keras dan Kuberikan kepadamu hati yang taat. Dan hal itu digenapi dalam Kristus, 2Kor 5:17 Jadi siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang. Dimana … semua orang yang menerima-Nya diberi-Nya kuasa supaya menjadi anak-anak Allah, yaitu mereka yang percaya dalam nama-Nya (Yoh 1:12). Kali ini saya hendak memberikan pembahasan seputar “Menjaga Hati Sebagai Upaya Mencapai Keharmonisan Keluarga.” II. MENJAGA HATI DAN KEHARMONISAN PASANGAN SUAMI ISTRI Harmonis dalam bahasa Inggrisnya memakai kata congruent, yakni memiliki unsur utuh. Dalam hal ini jika sebuah pernikahan dikatakan harmonis harus memiliki satu keutuhan, dimana diri sendiri diperhitungkan, orang lain diperhitungkan, keadaan diperhitungkan dan itulah hidup yang “kreatif”, “indah”, “sehat”, “unik”, serta “mampu” melakukan kerja sama dalam tim pasangan suami istri (Pasutri). Dalam hal ini Les Parrot menggambarkan pernikahan bagaikan tarian cinta. Suami istri mengawalinya dengan kecanggungan menyeret kaki, tersandung, bahkan menginjak kaki pasangannya. Apabila mereka bertahan, berlatih terus untuk menjadi semakin selaras dalam gerak dan laku maka saat-saat sulit tetap dirasakan keindahannya bila kedua pihak pada akhirnya mengalami irama yang sama dalam gairah, keintiman dan komitmen. Prof. Dr. dr. Luh ketut Suryani, SpKJ (K) memiliki pandangan bahwa keharmonisan keluarga bisa terwujud jika anggota keluarga bisa bekerja sama sebagai sebuah tim, satu sama lain saling menghargai, menghormati, memerlukan dan mencintai. Stephano Ambesa juga mengatakan hal yang senada: “Keluarga adalah masyarakat terkecil yang terdiri dari suami, istri dan anak (anak-anak). Keharmonisan antar anggota masyarakat kecil ini sangat menentukan keharmonisan masyarakat yang lebih luas. Keharmonisan itu dapat dicapai ketika tiap anggotanya menjalankan tugas panggilannya masing-masing. Untuk menjalankan tugas panggilannya tersebut, lebih dulu setiap anggota keluarga harus mengenali apa yang menjadi tugasnya.” (GNOSIS. Bunga Rampai Pemikiran Teologis. Jurnal Departemen Theologia Badan Pekerja Harian Gereja Bethel Indonesia Tahun 2005. Hal 37). Keharmonisan suatu hubungan suami istri adalah terletak bagaimana masing-masing pasangan baik itu suami atau istri dapat dan mampu menjaga hati untuk melakukan kerjasama dalam mencapai tujuan hidup nikah mereka. Namun faktanya dalam menjalankan biduk rumah tangga pasangan suami istri tidak dapat dipisahkan dengan yang namanya konflik. Untuk mengatasi konflik itulah suami istri harus mampu menjaga hatinya sebagai suatu usaha dalam menyelesaikannya demi menuju keluarga yang harmonis. Untuk lebih jelas mengenai bahasan hubungan suami istri saya sarankan untuk membaca tulisan saya dengan judul KESATUAN SUAMI ISTRI di Bethelight edisi 20 - Mei 2012 halaman 23-26. III. MENJAGA HATI DAN REKONSILIASI BAGI PENYELESAIAN KONFLIK PASANGAN SUAMI ISTRI Konflik dapat dialami oleh setiap orang dalam hubungannya dengan orang lain. Konflik umum yang seringkali melanda gereja, yaitu antara lain: gossip dan fitnah, keluhan atas pemimpin gereja, ketegangan dalam keluarga, perceraian, perzinahan, menuntut saudara ke meja hijau. Konflik bisa terjadi dalam hubungan antara sesama anggota keluarga, anggota gereja, dan anggota masyarakat maupun dalam hubungan suami-isteri. KONFLIK DALAM PERNIKAHAN Konflik merupakan bagian dari kehidupan suatu pernikahan dengan berbagai penyebab yang seringkali membawa ke dalam kehancuran suatu pernikahan dan bahkan sampai pada tingkat perceraian, bukan pada kebahagiaan hidup keluarga. Itulah sebabnya, para calon suami-isteri (bahkan yang sudah menikahpun) harus dipersiapkan selain untuk mengantisipasi dan mengatasi kemungkinan-kemungkinan sumber konflik, mereka juga perlu dilatih untuk memecahkan masalah-masalah nyata dalam kehidupannya yang seringkali menjadi penyebab sumber konflik. Dalam kasus-kasus pernikahan yang terjadi di tengah-tengah jemaat, konflik terjadi ketika masing-masing pihak saling mempertahankan harga dirinya, karena tidak mau mengakui kesalahan yang dibuatnya. Dan juga, masing-masing pihak saling menuntut bahwa dirinya merasa benar dan butuh diakui oleh pasangannya. Dalam kasus tertentu, rekonsiliasi merupakan hal yang sulit untuk dilakukan atau bahkan mustahil untuk dilakukan dan akhirnya mengarah kepada perceraian. Bahkan ada seorang isteri yang merasa bahwa jika ia berdamai atau kembali kepada suaminya, maka ia akan merasa kesulitan dan tersiksa batin karena suaminya berlaku kasar kepadanya. Akhirnya tidak menutup kemungkinan, seorang isteri akan memilih untuk meninggalkan suaminya daripada hidupnya selalu dibayang-bayangi oleh rasa takut, tidak merasa aman dan nyaman. Dalam hal seperti itu, tidaklah mudah bagi seseorang untuk mengambil keputusan dalam situasi dan kondisi seperti itu. Namun, sebagai anak TUHAN yang mau dan rela untuk mengerti dan tunduk pada kehendak TUHAN, dan rindu untuk mendapatkan jawabannya, maka ia harus berjalan dalam terang firman TUHAN. Tidak ada cara lain untuk mengatasinya. Cara satu-satunya yang harus dikerjakan ialah masing-masing pihak harus datang kepada Yesus melalui kebenaran Firman-Nya dan saling merendahkan diri satu dengan yang lain (Efesus 4:32; 5:33). Ken Sande di dalam bukunya The Peacemaker mendefinisikan konflik itu sebagai sebuah perbedaan pendapat atau tujuan, sehingga dapat membuat frustasi terhadap tujuan atau keinginan yang ingin dicapai (Ken Sande, 2001:24). Jadi, perbedaan yang ada antara pasangan suami-isteri (pasutri), baik itu pandangan maupun tujuan bisa membuat seseorang menjadi frustasi dalam mencapai tujuan dan harapan-harapannya tersebut. Perbedaan sekecil apapun dapat memicu terjadinya konflik seseorang dengan orang lain, antar pasutri, bahkan perbedaan itu juga dapat menyebabkan keretakan hubungan yang bersifat sementara maupun permanen, yang pada akhirnya terjadi kepahitan terhadap pasangannya. Di sisi positif yang lain, perbedaan juga dapat menyatakan kebesaran TUHAN yang telah menciptakan setiap individu itu unik adanya, special in God. Masing-masing orang memiliki opini, gambaran atau perspektif, pendirian atau keyakinan, kerinduan, dan prioritas yang berbeda-beda sesuai dengan budaya yang melatarbelakanginya. Hal yang paling penting di sini adalah bagaimana kita dapat menangani dan mengatasi perbedaan dari pihak-pihak yang berbeda. Baik itu beda dalam hal kebiasaan, temperamen, karakter, atau cara pandangnya. KONSEP REKONSILIASI Rekonsiliasi atau perdamaian merupakan suatu tindakan mendamaikan atau keadaan didamaikan, atau dengan kata lain sebagai proses membuat hubungan menjadi mantap, cocok atau harmonis (compatible, Webster’s Unbridged Dictionary of The English Language. New York: Portland house, 1989:1200). Contoh terbesar adalah “Rekonsiliasi Agung” yang telah dikerjakan oleh Allah Bapa kita di dalam Yesus Kristus adalah bahwa Allah telah mendamaikan manusia berdosa dengan diri-Nya melalui karya Yesus di kayu salib (bd. Kolose 2:13-14). Jadi, rekonsiliasi di sini merupakan suatu inisiatif, kreatif dan tindakan nyata yang pro-aktif, dimana pihak Allah-lah yang menjadi Juru Damai bagi kita. Konsep rekonsiliasi yang dikerjakan Allah dalam Kristus itulah yang (relevan) menjadi dasar rekonsiliasi bagi penyelesaian konflik dalam keluarga Kristen. Rasul Paulus menuliskan istilah rekonsiliasi dalam Perjanjian Baru dengan memakai kata kerja katallasso (Yunani) dan muncul sekali dalam hubungannya dengan relasi suami-isteri, atau dalam hubungannya antara sesama manusia (1 Kor 7:11). Lima kali dipakai dalam hubungannya dengan Allah dan manusia (Roma 5:10; 2 Kor 5:18,19,20). Sedangkan untuk kata benda katallage atau pendamaian muncul sebanyak empat kali (Roma 5:11; 11:15; 2 Kor 5:18,19). Sekarang bagaimana dan apakah makna rekonsiliasi bagi pemulihan hubungan bagi pasangan suami isteri yang sedang mengalami konflik? Istilah rekonsiliasi dalam 1 Kor 7:11 menurut Terjemahan Baru (TB) menggunakan kata “berdamai”. Alkitab terjemahan Bahasa Indonesia Sehari-hari (BIS) dan The Living Bible menerjemahkannya dengan “kembali kepada suaminya”. Sedangkan dalam teks Yunaninya kata rekonsiliasi digunakan kata katallageto (aorist-imperative) yang berarti suatu tindakan yang harus dilakukan oleh isteri, yaitu kembali menyatu dan membangun hubungan persahabatan dengan suaminya (bd. 1 Ptr 3:1-2). Kata dasar katallago (Yunani) berasal dari allaso yang berarti “berubah”, tetapi pada awalnya berarti “menukar”, yaitu menukar permusuhan menjadi persahabatan. Jadi, sebuah perdamaian merupakan tindakan aktif, bukanlah pasif. Isteri itu tidak mungkin diperdamaikan jikalau ia hanya pasif saja. Dalam hal ini, rekonsiliasi memiliki dua sudut pandang yang harus diperhatikan. Pertama sebagai ketaatannya terhadap perintah TUHAN; dan kedua menjaga supaya tidak jatuh dalam dosa percabulan. Rekonsiliasi merupakan suatu tindakan yang terbaik menurut Paulus. Mengapa? Alasannya adalah bahwa pada dasarnya rekonsiliasi dipandang sebagai langkah ketaatan kepada perintah TUHAN (bd. 1 Kor 7:10). Meskipun demikian, Paulus telah menyadari bahwa ada kemungkinan di dalam kondisi tertentu rekonsiliasi tidak dapat dilakukan lagi karena ketegaran hati masing-masing pihak (bd. 1 Kor 7:11). Implikasinya adalah jika rekonsiliasi dipandang sebagai ketaatan kepada perintah TUHAN, maka perubahan hubungan atau pemulihan yang diinginkan oleh pasangan suami istri tersebut dapat terwujud. Syaratnya adalah jikalau salah satu pasangan yang telah memisahkan diri dari pasangannya oleh karena sesuatu hal yakni konflik yang mengancam kehancuran rumah tangga mereka, maka ia harus kembali menyatu dan membangun persahabatan kembali dengan pasangannya. Hal itu juga disambut dengan respon yang baik oleh pasangannya. Hal inilah suatu bentuk “kompromi” dan “bekerjasama” dalam penyelesaian konflik dengan dasar masing-masing menyadari statusnya sesuai dengan kebenaran firman Tuhan. BEING THE PEACEMAKER Menjadi juru damai merupakan sebuah komitmen untuk suatu usaha pemecahan konflik dalam hubungan suami istri secara Alkitabiah. Manusia berdosa telah diperdamaikan dengan Allah oleh kematian dan kebangkitan Yesus Kristus. Oleh karena itu, kita yang percaya dan menerima Yesus secara pribadi dipanggil untuk menanggapi konflik dengan jalan yang berbeda sama sekali dari jalan dunia (Mat 5:9; Luk 6:27-36; Gal 5:19-26). Kita juga percaya bahwa konflik dapat memberikan kesempatan untuk memuliakan Allah, melayani orang lain, dan bertumbuh menjadi seperti Kristus (Roma 8:28-29; 1 Kor 10:31-11:1; Yak 1:2-4). Oleh karena itu, dalam menanggapi kasih Allah dan dalam menggantungkan diri pada anugerah Allah, maka perlu sebuah komitmen untuk menanggapi konflik sesuai dengan prinsip-prinsip sebagai berikut: a. Allah dimuliakan dalam perkara ini. Pusatkan kepada kehendak dan kemuliaan Kristus dalam sebuah perkara atau konflik yang anda alami (Kol 3:1-4). b. Keluarkan balok di matamu. Dari pada menyalahkan orang lain untuk suatu konflik, kita percaya dalam kemurahan Allah bahwa kita dapat mengakui kesalahan-kesalahan kita kepada pasangan kita. Berbicaralah kepada TUHAN untuk membantu kita dalam mengubah sikap dan kebiasaan kita yang mudah menimbulkan konflik dan mencari cara untuk memperbaiki kesalahan yang menjadi penyebab konflik (Amsal 28:13; 1 Yoh 1:8,9). c. Pemulihan dengan kelemah-lembutan. Berbicaralah dengan lemah-lembut secara pribadi dengan teman konflik anda (Ef 4:29). d. Pergilah dan menjadi juru damai. Bersikaplah pro-aktif dengan mengejar kedamaian dan pemulihan sejati dengan cara yang saling menguntungkan, memaafkan orang lain sebagaimana Allah di dalam Kristus yang telah mengampuni segala kesalahan anda (Ef 4:1-3). A. Tanggapan Positif dalam Menanggani Konflik 1. Pendamaian secara pribadi dan menyampaikan keputusannya kepada Tuhan, dan harus pergi kepada orang yang tidak mau berdamai secara pribadi dalam usahanya dalam penyelesaian konflik. Memaafkan semua pelanggaran. Mengadakan rekonsiliasi. Lakukanlah negosiasi atau “kompromi”, dan “bekerjasama” dalam menyelesaikan konflik yang anda hadapi. 2. Pendamaian dengan bantuan orang lain (pendeta atau konselor). Cobalah mengunakan mediator atau bantuan orang lain. Mintalah seorang wasit untuk menjadi penengah anda. Jika sudah terlalu gawat, maka tugas seorang hamba TUHAN yang harus ikut di dalamnya untuk menjadi penasihatnya (disiplin formal gerejawi). B. Sepuluh Tips untuk mengatasi konflik ala Norman Wright 1. Pahamilah konflik yang anda hadapi. 2. Jangan mendiamkan suami atau isteri anda. 3. Jangan menimbun perasaan atau emosi anda. 4. Jika memungkinkan, siapkan setting (yaitu: suasana, tempat dan waktu) untuk menyatakan ketidaksepakatan anda. 5. Seranglah masalahnya, dan jangan orangnya. 6. Jangan “melemparkan perasaan-perasaan anda” kepada suami atau isteri anda. 7. Jangan lari dari dari pokok pembicaraan. 8. Sediakanlah jalan pemecahan bagi setiap kritikan yang anda lontarkan. 9. Janganlah mengatakan, “Anda tidak pernah…”. 10. Jangan menggunakan kritikan sebagai lelucon. Apabila anda salah akuilah, dan apabila anda benar diamlah!!! (Amsal 28:13) C. Delapan Tips menjadi pendengar yang baik ala Cecil G. Osborne 1. Jangan memotong percakapan. 2. Jangan biarkan pandangan anda berkeliaran, sebab anda akan terkesan tidak serius. 3. Cobalah berempati dengan perasaan pasangan anda. 4. Jangan memotong atau mengalihkan pembicaraan. 5. Jangan berusaha mengungguli cerita teman bicara anda. 6. Jangan mengkritik omongan teman bicara anda. 7. Ajukanlah pertanyaan-pertanyaan yang tepat, jangan ngawur dan apalagi tidak nyambung. 8. Jangan berdebat dengan teman bicara anda. Dan jangan hancurkan permintaan maafmu hanya dengan sebuah alasan. Berusahalah hidup damai dengan semua orang dan kejarlah kekudusan, sebab tanpa kekudusan tidak seorang pun akan melihat TUHAN (Ibrani 12:14). Selamat Menjaga Hati dan Selamat Mengalami Keharmonisan Dalam Keluarga Anda! And keep watch over your heart with all care; so you will have life. (Pr 4:23, BBE) Sumber Pustaka: - Alkitab. (Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia. 1990/TB/BIS/FAYH/JAWA). - Echols, John M. Kamus Inggris Indonesia. (Gramedia Pustaka Jakarta, 1990). - Les Parrott, Saving Your Marriage Before It Starts. (Zondervan Publishing House Grand Rapids, Michigan, 2001) - Prof. Dr. dr. Luh ketut Suryani, SpKJ (K), Kiat Mengatasi Badai Kehidupan Perkawinan (Jakarta: PT Intisari Mediatama, 2007. Hal. 224-225) - Osborne, C.G. Seni Bergaul. (Jakarta: BPK, 1996) - Sande, Ken. The Peacemaker: A Biblical Guide to Resolving Personal Conflict. (Michigan: Baker Books, 1997) - Stephano Ambesa, GNOSIS. Bunga Rampai Pemikiran Teologis. (Jurnal Departemen Theologia Badan Pekerja Harian Gereja Bethel Indonesia Tahun 2005. Hal 37). - Strong’s Hebrew and Greek Dictionaries. e-Sword –the Sword of the LORD with an electronic edge - Sutanto, Hasan. Perjanjian Baru Interlinier (Yunani-Indonesia) dan Konkordasi Perjanjian Baru (PBIK) Jilid I dan II. (Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia, 2003). - The Peacemaker Ministry, The Peacemaker: Responding to Conflict Biblically. (leflet: 2003). - ……….The Living Bible - Webster’s Unbridged Dictionary of The English Language. (New York: Portland House, 1989). - Wright, Norman, Bagaimana Berbicara dengan Pasangan Anda. (Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 1999)

THE MINISTRY OF THE SPIRIT

2013 Gereja Bethel Injil Sepenuh Purwokerto Nono Robiharjo THE MINISTRY OF THE SPIRIT [PELAYANAN ROH YANG MEMIMPIN KEPADA PEMBENARAN] 2 Korintus 3:7-9 Pelayanan yang memimpin kepada kematian terukir dengan huruf pada loh-loh batu. Namun demikian kemuliaan Allah menyertainya waktu ia diberikan. Sebab sekalipun pudar juga, cahaya muka Musa begitu cemerlang, sehingga mata orang-orang Israel tidak tahan menatapnya. Jika pelayanan itu datang dengan kemuliaan yang demikian betapa lebih besarnya lagi kemuliaan yang menyertai pelayanan Roh! Sebab, jika pelayanan yang memimpin kepada penghukuman itu mulia, betapa lebih mulianya lagi pelayanan yang memimpin kepada pembenaran. ”Pelayanan Roh” dalam konteks 2 Korintus 3:7-9 merupakan palayanan yang memimpin kepada pembenaran, yakni: merujuk pada pelayanan Paulus dalam memberitakan Injil Kristus. Pelayanan Roh merupakan suatu sikap dan prilaku dalam melakukan tugas pemberitaan injil Kristus dalam setiap aspek dan bidang pelayanan kita masing-masing, dimana saja dan kapan saja. Tuhan Yesus memberkati (NONO ROBIHARJO, S.TH,. M.A)   Pengantar Dalam 12 Pengakuan Iman Gereja Bethel Injil Sepenuh butir ke 4 & 5 berbunyi: 4. Kami percaya bahwa semua manusia sudah terhilang dalam dosa. 5. Kami percaya bahwa manusia hanya dapat diselamatkan jika mereka dijadikan baru di dalam Tuhan Yesus Kristus. Dari pengakuan ini akan dilakukan pembahasan supaya manusia yang terhilang dalam dosa dapat memiliki keselamatan dan dijadikan baru dalam Tuhan Yesus Kristus melalui setiap bidang pelayanan yang Tuhan percayakan kepada kita sebagai hamba-hamba Tuhan di lingkungan Gereja Bethel Injil Sepenuh, yang disebut oleh rasul Paulus dengan PELAYANAN ROH. Apa yang dimaksud oleh rasul Paulus dengan PELAYANAN ROH sebagai bentuk pelayanan Perjanjian Baru. Pelayanan Perjanjian Baru merupakan pelayanan dimana masuk dalam masa Gereja Kristus saat ini yang kita kerjakan sebagai panggilan dan pengabdian hidup sebagai hamba-hamba Tuhan di lingkungan Gereja Bethel Injil Sepenuh. Berikut bahasan tentang The Ministry of The Spirit: PELAYANANAN ROH yang membawa kepada pembenaran. THE MINISTRY OF THE SPIRIT PELAYANAN ROH YANG MEMIMPIN KEPADA PEMBENARAN (2 Korintus 3:7-9) Kalau mendengar kata roh, kebanyakan orang langsung menghubungkannya dengan fenomena mistik atau kuasa supranatural. Jika mendengar dan membaca mengenai ”Dunia Roh” maka kebanyakan orang teringat akan nama Daud Tony, Peperangan Rohani atau berbicara soal tengking-menengking setan, sehingga setan menjadi kambing hitam yang walaupun setan bukan kambing hitam. Ada sebagian orang terpeleset imannya dengan pengajaran yang miring dari sebagian orang yang memiliki karisma untuk mempengaruhi masa, baik orang dalam Gereja maupun di luar Gereja. Dan hal inipun sudah lama dan umum muncul dalam tubuh Gereja yang namanya disebut ”Sihir Dalam Gereja”, yakni pengkultusan terhadap pribadi seseorang dengan memakai kata-kata atau bahasa-bahasa rohani. Baik oknum pertama maupun pihak yang telah menjadi korban pengajarannya. Tulisan ini bertujuan untuk mengenal maksud dan kehendak Tuhan terhadap dunia, orang yang berdosa untuk kembali kepada naturnya di dalam Tuhan, mengalami kelahiran kembali dan memiliki hidup kekal bersama Bapa di sorga melalui Tuhan Yesus Kristus. Juga mengantisipasi adanya korban dari pengajaran yang tidak alkitabiah. Harapan saya setiap orang percaya di dalam Kristus mengalami Firman Allah dalam hidupnya, ”Back to The Bible”, sehingga dapat menghasilkan buah yang bermultiplikasi. Dalam hal ini saya tertarik untuk menggali dan mengobservasi, serta menganalisis apa itu yang disebut Pelayanan Roh yang dimaksud oleh Rasul Paulus yang terdapat dalam teks 2 Korintus 3:8. Silahkan disimak paparan dari makalah ini dan jangan lupa untuk membuka Alkitab anda untuk mengkaji ulang berdasarkan TEKS ALKITAB yang anda miliki! Apabila ada kesulitan dan ketidakmengertian akan paparan tulisan ini silahkan menghubungi di call center Lambe Super Counseling Center (0281) 7616551. Pertanyaan Pembimbing Untuk mengerti makna kata Pelayanan Roh dalam teks 2 Korintus 3:8, maka dimunculkan pertanyaan yang mendasari gagasan pemilihan kata ”Pelayanan Roh” (the ministry of the spirit) yang dibahas. Pertanyaan-pertanyaan pembimbing sebagai berikut: 1. Bagaimanakah latar belakang pelayanan yang dilakukan Paulus? 2. Apakah maknanya Pelayanan Roh itu dan apa hubungannya dengan fenomena supranatural? 3. Apakah dampak dari Pelayanan Roh itu? Kemungkinan Jawaban Menurut Hilyerr mengatakan bahwa Pelayanan Roh merupakan pelayanan yang dilakukan oleh pelayan-pelayan dari suatu perjanjian yang baru yang dikerjakan oleh Allah sendiri, yakni pekerjaan Roh Kudus yang telah diberikan dan berdiam di dalam hati orang yang percaya kepada Tuhan Yesus. Karunia Roh Kudus tersebut merupakan jaminan bahwa Ia telah memateraikan orang-orang percaya sebagai tanda milik-Nya. Dengan jalan percaya kepada Yesus yang telah mati dan bangkit dari antara orang mati, Allah memberikan secara cuma-cuma dengan memperkenankan manusia berkedudukan benar dan “dibenarkan” di hadapan Allah. Pembenaran Allah tidak dapat dicapai dengan usaha manusia, melainkan hanya dengan jalan percaya pada Yesus. Pelayanan Roh merupakan pelayanan yang memimpin kepada pembenaran, maksudnya adalah bahwa buah dari pelayanan Paulus oleh pemberitaan Injil Kristus yang dikerjakan oleh Allah sendiri. Melalui pelayanan Paulus orang menjadi percaya kepada Kristus. Orang-orang yang menjadi percaya kepada Yesus Kristus merupakan orang-orang yang diperdamaikan dengan Allah, sehingga orang yang sudah percaya dilayakkan dan dibenarkan di hadapan Allah. Latar belakang: Pelayanan yang dikerjakan Paulus sebagai pelayanan Perjanjian Baru Untuk memahami apa itu Pelayanan Roh yang dimaksud oleh Paulus, maka perlu menyimak dan memperhatikan pelayanan yang sudah dan sedang dikerjakan oleh Paulus. Pelayanan yang dikerjakan Paulus merupakan kesaksian hidup Paulus sendiri yang didasarkan atas kekuatan kasih karunia Allah (2 Korintus 1:12), dan atas keyakinannya pada Kristus (2 Korintus 3:4). Yang menjadi kesanggupan Paulus merupakan pekerjaan Allah semata-mata, yakni menjadi pelayan-pelayan dari suatu Perjanjian Baru (2 Korintus 3:5,6) dan Paulus menyebut dirinya sebagai pelayan Allah (2 Korintus 6:4). Pelayanan Paulus merupakan pemberitaan tentang Yesus Kristus, Anak Allah di tengah-tengah orang-orang Korintus, supaya melalui pemberitaannya itu orang Korintus menjadi percaya pada Kristus dan memperoleh jaminan sebagai milik kepunyaan Allah melalui karunia Roh Kudus (2 Korintus 1: 19-22), “semakin banyaknya orang yang menjadi percaya” (2 Korintus 6:3,4). Pekerjaan pelayanan Paulus dalam memberitakan Injil di Troas (2 Korintus 2:12), dimana pekerjaan pelayanannya sebagai “pelayan Allah” merupakan gambaran penundukan diri pada Allah yang dikuasai oleh kasih Kristus (2 Korintus 5:13,14). Kemudian Paulus menyebut pelayanan pemberitaan Injil Kristus dengan sebutan pelayanan pendamaiaan. Pelayanan pendamaian dipandang sebagai tugas yang harus dikerjakan oleh Paulus untuk memberitakan berita pendamaian di dalam Kristus. Kristus yang telah mati untuk semua orang, untuk mendamaikan manusia berdosa dengan Allah (2 Korintus 5:15-19). Hal ini menunjukkan bahwa pelayanan yang dilakukan oleh Paulus adalah sebagai pelayan Allah (2 Korintus 6:3,4). Pemberitaan Injil Kristus disejajarkan dengan pemberitaan kebenaran dan kedaulatan Allah. Kristus yang diberitakan oleh Paulus merupakan sebagai kebenaran yang hakiki dari Allah (2 Korintus 6:7). Pelayanan yang menyatakan kebenaran sebagaimana dalam pemberitaan Injil yang dilakukan oleh Paulus adalah bahwa Yesus Kristus adalah Tuhan. Kemuliaan Kristus merupakan gambaran Allah yang sejati, yakni kemulian Allah yang nampak pada wajah Kristus (2 Korintus 4:1-6). Studi Kata: Pelayanan Roh Menurut Susanto kata pelayanan (Yun: diakonia) muncul dalam Perjanjian baru sebanyak 34 kali dan dalam surat 2 Korintus sebanyak 12 kali. Sementara dalam Alkitab Terjemahan Baru (LAI) muncul sebanyak 16 kali (2 Korintus 3:3,7,8,9; 4:1; 5:13,18; 6:3; 8:4,6,7,19,20; 9:1,12,13). Kata pelayanan memiliki arti persiapan hidangan, pemberian bantuan, sumbangan, tugas atau jabatan pelayanan, jabatan diaken (Sutanto, 2003:196). Sedangkan makna kata pelayanan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah n 1 perihal atau cara melayani; 2 usaha melayani kebutuhan orang lain dengan memperoleh; jasa; 3 kemudahan yang diberikan sehubungan dengan jual beli barang atau jasa. Pelayanan Roh (2 Korintus 3:8) dalam terjemahan NIV Study Bible adalah the ministry of the spirit. The ministry of the spirit merupakan pemberian hidup dari kematian. Pernyataan dan penggenapan janji Allah kepada bangsa Israel dan gereja di mana kebajikan dan kebenaran Allah dinyatakan dalam Kristus Yesus. Pernyataan Allah antara Hukum Taurat dan anugerah. Pernyataan janji Allah kepada bangsa Israel adalah janji keselamatan dan kelepasan “pembebasan”, serta memandang umat Israel itu agung di hadapan-Nya “berharga” (bdk. Yesaya 46:13). Pernyataan janji Allah dalam Yesaya 46:13 itu bermakna ganda: Pertama, keselamatan dan kelepasan bangsa Israel dari penjajahan bangsa yang tidak mengenal Allah. Kedua, keselamatan dan kelepasan dari perbudakan dosa (Hukum Taurat) di dalam Kristus Yesus (anugerah). Janji Allah itu digenapi oleh kematian Kristus di kayu salib. Dalam The New Testament of The Jerusalem Bible: Reider’s Edition pelayanan Roh (TB) diterjemahkan dengan the administering of the Spirit yang berarti perihal atau cara melayani yang diatur dan dikendalikan Roh. Dalam Resined Standard Version: the dispensation of the Spirit: dispensasi Roh merupakan cara yang diijinkan dan dikehendaki oleh Roh. Dalam Authorised Version: the ministration of the spirit: pekerjaan dengan bantuan (campur tangan atau intervensi) roh. Susanto dalam PBIK Jilid I ditulis dengan  untuk Pelayanan Roh, yang dalam hal ini memiliki arti sikap dalam menjalankan tugas pelayanan atau bisa juga sebagai pekerjaan yang dilakukan oleh Paulus dalam pemberitaan injil Kristus. Kesimpulan dari berbagai sumber di atas, Pelayanan Roh merupakan perihal yang berhubungan dengan cara melayani dan persiapannya serta sikap dalam menjalankan tugas pelayanan, yakni pekerjaan atau aktifitas dengan berbagai kemudahan “tanpa ada imbal jasa” Pelayanan yang bertujuan guna membawa orang pada keselamatan (hidup) di mana pelayanan Roh merupakan ketetapan dan pekerjaan Allah. Suatu pelayanan yang dikehendaki, diijinkan, diatur dan dikontrol, dan dengan bantuan intervensi dari Roh Allah. Pelayanan Roh merupakan pelayanan perjanjian yang baru merupakan pelayanan yang digerakkan oleh Roh Kudus, karena Roh Kuduslah yang memberikan kehidupan dan kuasa kepada mereka yang menerima perjanjian Allah (2 Korintus 3:1-6). Jadi, dalam hal ini Pelayanan Roh tidak ada hubungannya dengan fenomena mistik atau supranatural, melainkan suatu tugas pelayanan yang dikerjakan oleh Paulus dalam pemberitaan Injil Kristus. Makna: Pelayanan Roh merupakan pelayanan yang memimpin pada pembenaran Pelayanan yang memimpin kepada kematian terukir dengan huruf pada loh-loh batu. Namun demikian kemulian Allah menyertainya waktu ia diberikan. Sebab sekalipun pudar juga, cahaya muka Musa begitu cemerlang, sehingga mata orang-orang Israel tidak tahan menatapnya. Jika pelayanan itu datang dengan kemuliaan yang demikian, betapa lebih besarnya lagi kemuliaan yang menyertai pelayanan Roh! Sebab, jika pelayanan yang memimpin kepada penghukuman itu mulia, betapa lebih mulianya lagi pelayanan yang memimpin kepada pembenaran. (2 Korintus 3:7-9) Kata pembenaran (2 Korintus 3:9) dalam PBIK jilid I dan II ditulis dengan kata  yang mempunyai makna pembenaran dari Allah, yang berasal dari kata muncul dalam Perjanjian Baru sebanyak 92 kali. artinya adalah sebagai perbuatan benar; keadilan; kewajiban agama; status atau identitas hubungan yang benar; perbuatan benar sebagai ketentuan Allah atau bisa diartikan pendermaan, yakni pemberian yang diberikan kepada orang yang tidak layak menerimanya. Pembenaran merupakan suatu status yang diberikan, bukan dari hasil usaha sendiri. Pembenaran yang berasal dari Allah yang dikerjakan oleh Allah melalui karya Kristus di kayu salib, “Dia yang tidak mengenal dosa telah dibuatNya menjadi dosa karena kita, supaya di dalam dia kita dibenarkan oleh Allah” (2 Korintus 5:21). Pembenaran adalah pemberian cuma-cuma oleh tindakan kekuatan kasih karunia Allah semata, “supaya kamu boleh menerima kasih karunia” (2 korintus 1:15). Manusia yang menerima pembenaran dari Allah di dalam Kristus telah dilayakkan untuk menghampiri Allah, karena padanya telah dikenakan status yang baru “ciptaan baru” oleh karena Kristus (2 Korintus 5:17). Inilah peralihan dan perubahan status dari hidup yang lama “dalam dosa” ke dalam hidup yang baru “manusia baru” dalam ketaatan pada Kristus (bdk. Yohanes 5:24). Pembenaran Allah mutlak diperlukan manusia, karena jika manusia terlepas dari Yesus, maka semua orang dengan keberdosaannya tidak ada kemungkinan untuk taat kepada Allah (1 Kor 2:14). Dampak dari Pelayanan Roh: Penyingkapan selubung Orang-orang Perjanjian Lama menerima Taurat untuk mencapai standar moral dan memperbaiki kelakuan supaya manusia berkelakuan baik. Manusia berusaha untuk berbuat baik untuk dapat menghampiri Allah, namun manusia tidak ada daya untuk itu. Manusia tidak mengerti kehendak Allah (di dalam Kristus) melalui Hukum Taurat, bagi mereka maknanya masih rahasia “terselubung” (2 Korintus 3;15. mereka masih dalam kebodohan, “pikiran mereka telah menjadi tumpul” (2 Kor 3:13; bd. 1 Kor 2:14). Kristus sebagai kegenapan Hukum Taurat dan satu-satunya cara yang dikehendaki Allah tidak mereka terima. Mereka berusaha dengan kebenarannya sendiri (melakukan Hukum Taurat untuk menghampiri Allah). Mereka menolak jalan dan cara yang diberikan Allah dalam dan melalui Yesus. Paulus menegaskan bahwa untuk mengerti kebenaran Kitab Suci itu hanya dapat disingkapkan oleh Kristus saja (2 Kor 3:14-17). Kristus adalah penggenap Hukum Taurat. Jika orang berbalik pada Allah dalam arti percaya pada Yesus yang telah mati untuk mendamaikan manusia dengan Allah, maka ia akan mengerti kebenaran Kitab Suci, karena ia telah dimerdekakan oleh Roh Allah. Yesus telah menyingkapkan dan mengambil selubung itu. Orang yang percaya pada Yesus dapat mengerti kebenaran Kitab Suci, bahwa Allah mendamaikan diri-Nya dengan manusia melalui Kristus. “Dan di mana ada Roh Allah, di situ ada kemerdekaan” (2 Kor 3;17). “Kemerdekaan yang datang melalui Kristus pertama-tama dan terutama merupakan pembebasan dari hukuman dan perbudakan dosa” (2 Kor 3:7-9). Kesimpulan Pelayanan Roh (2 Korintus 3:8) merupakan palayanan yang memimpin kepada pembenaran. ”Pelayanan Roh” dalam konteks 2 Korintus 3:7-9 merupakan palayanan yang memimpin kepada pembenaran, yakni: merujuk pada pelayanan Paulus dalam memberitakan Injil Kristus. Pelayanan Roh merupakan suatu sikap dan prilaku dalam melakukan tugas pemberitaan injil Kristus dalam setiap aspek dan bidang pelayanan kita masing-masing, dimana saja dan kapan saja. Pelayanan Roh yang berdampak pada transisi status, dari manusia lama kepada manusia baru atau ciptaan baru di dalam Kristus, yakni penyingkapan selubung. Melalui iman kepada Yesus Kristus seseorang menerima karunia Roh Kudus sebagai tanda ia mengalami kelahiran kembali dan sebagai milik Allah. Pelayanan Roh merupakan pelayanan yang membawa seseorang pada pertobatan, pertobatan yang membawa keselamatan (bdk. 2 Korintus 7:8-10). Penerimaan dan percaya akan karya keselamatan yang sudah dikerjakan Kristus di kayu salib, sehingga orang tersebut memperoleh pembenaran di hadapan Allah melalui Kristus (2 Korintus 1:19-22). Pelayanan Roh membawa orang pada kemerdekaan dari perbudakan dosa, di mana orang yang sudah dimerdekakan memperoleh penyingkapan atas kebenaran firman Allah oleh kuasa Roh Kudus (2 Korintus 3:14-17). Menerima cara Allah dalam mendamaikan manusia dengan Dia di dalam Kristus (2 Korintus 5:15-18). Pelayanan Roh merupakan pelayanan pendamaian (2 korintus 5:18), yakni tugas pelayanan yang dipercayakan Allah kepada setiap orang percaya untuk memberitakan berita pendamaian antara Allah dengan manusia “dunia” melalui kematian Kristus di kayu salib dan yang bangkit dari antara orang mati. Pelayanan pendamaian adalah pelayanan suatu perjanjian yang baru “gereja” yang bersifat kekal di mana Allah sendiri yang mengerjakannya untuk membawa pada pembenaran-Nya. Pelayanan roh merupakan karya Roh Kudus yang memungkinkan orang menjadi kudus, suci dan membawa kepada seluruh kebenaran Allah yang bekerja dalam gereja sebagai tubuh Kristus (1 Korintus 6:19; 2:9-16; 12:13; 3:16). Jadi, pelayanan yang dilakukan oleh rasul Paulus dan kita jaman ini adalah pelayanan Perjanjian Baru; pelayanan yang membawa seseorang kepada pembenaran Allah di dalam Kristus Yesus. Pelayanan dan kepemimpinan Kristen merupakan pelayanan yang memimpin dan berorientasi kepada jiwa-jiwa yang terhilang (Lukas 19:10) dan membawa orang untuk memperoleh keselamatan dan mengembangkan hidupnya untuk mencapai potensi yang maksimal dan membawa pengaruh positif terhadap lingkungan disekitarnya. ********************* SUMBER KEPUSTAKAAN Hillyer, Norman 1986 Tafsiran Alkitab Masa Kini Jilid 3: Matius-Wahyu. (Jakarta: OMF). Lembaga Alkitab Indonesia. 1990 Alkitab. (Jakarta: LAI). Sutanto, Hasan. 2003 Perjanjian Baru Interlinier (Yunani-Indonesia) dan Konkordasi Perjanjian Baru (PBIK) Jilid I dan II. (Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia). Tim Penyusun. 2002 Kamus Besar Bahasa Indonesia. (Jakarta: Balai Pustaka). Tim Penyusun. 2003 TATA GEREJA BADAN PERSEKUTUAN GEREJA BETHEL INJIL SEPENUH. SIDANG MAJELIS BESAR XXIII GBIS. (SOLO 9-12 SEPTEMBER 2003). Zondervan 2002 NIV Study Bible: Fully Revised. (Grand Rapids, Michigan: Zondervan) Syalom. Dan tetap dalam: The ministry of the Spirit

Tweet LambeSuper

LambeSuper ‏@LambeSuper (24 Februari 2013) Jika anda tidak tahu tujuan hidup anda maka anda akan tiba di "penjara" • 31 mnt LambeSuper ‏@LambeSuper Hukum didunia masih bisa dibayar dg sejumlah uang. Bagaimana dg urusan hukum di akhirat? • 32 mnt LambeSuper ‏@LambeSuper Apa nikmatnya hidup ketika endingnya harus berhadapan dengan kasus hukum • 34 mnt LambeSuper ‏@LambeSuper Masa tua harusnya bisa dinikmati dengan penuh doa safaat đªn berkah, karena salah tujuan hidup yg didapat hanya sumpah serapah • 36 mnt LambeSuper ‏@LambeSuper Kita mati pun tak kan pernah membawa harta kekayaan ke liang kubur • 37 mnt LambeSuper ‏@LambeSuper Menyedihkan jika kita hidup hanya bertujuan utk memperkaya diri sendiri saja LambeSuper ‏@LambeSuper Wanita yg keuangannya tidak beres memiliki potensi utk mendorong suaminya melakukan selingkuh • 4 jam LambeSuper ‏@LambeSuper Pria yg keuangannya tidak beres memiliki kecenderungan utk tidak setia. Coba cek deh... • 4 jam LambeSuper ‏@LambeSuper Keuangan yg terbagi itu merupakan indikasi cinta yg terbagi dalam pernikahan • 4 jam LambeSuper ‏@LambeSuper Hari gini menikah cuma "makan cinta", ketinggalan • 4 jam LambeSuper ‏@LambeSuper Kebahagiaan pernikahan juga dipengaruhi oleh keuangan selain keimanan • 4 jam LambeSuper ‏@LambeSuper Pernikahan itu Sifatnya monogami, bukan dwigami atau trigami. Apalagi polygami • 4 jam LambeSuper ‏@LambeSuper Tidak αϑα kesetiaaan namanya jika αϑα yg memiliki simpanan diluar sana • 4 jam LambeSuper ‏@LambeSuper Kesetiaan dalam pernikahan itu monogami pastinya kan? • 4 jam LambeSuper ‏@LambeSuper Menikah yg pastinya hidup menyenangkan sebagai goal setting nya • 4 jam LambeSuper ‏@LambeSuper Menikah berarti menyesuaikan diri seumur hidup terhadap pasangannya ~ dua menjadi satu • 4 jam LambeSuper ‏@LambeSuper Pernikahan itu dua pribadi yg dicocok-cocokkan hingga cocok ~Nobody Perfect

JANGAN BERHENTI DI TENGAH JALAN


"Saya tahu apa yang akan terjadi pada anda jika anda DIAM DI TENGAH JALAN. Anda akan TERTABRAK !"







Ada kalanya seseorang ketika mengalami kelelahan dalam hidupnya.
Baik itu ketika ia lelah karena pekerjaan yang terlalu berat dan tanggungjawab yang harus ia pikul, maupun lelah karena urusan rumah tangganya yang harus ia selesaikan, serta lelah karena banyak hal yang menuntut ia harus berpikir lebih kencang lagi, maka ia akan mengalami kemandegan.

Pada saat kondisi kelelahan seperti itulah banyak orang yang
berada disamping kita tidak bisa mengerti keadaan kita dan akhirnya kita mengalami kekecewaan dan kehilangan semangat hidup! Capek dehhhhh......... Yang terjadi bahwa kita akan dan sedang :
...... BERHENTI DITENGAH JALAN! …...
Hal ini sangatlah RISKAN BAGI HIDUP kita! ....
Oleh sebab itu, Sadarilah akan situasi dan kondisi diri anda sekarang! .... Miliki respon yang benar!.... Jangan tunda-tunda kesempatan yang ada di depan anda! .... Jangan terus mengeluh!.... Lakukan sesuatu! Just do it!....


Anda dapat memilih respon anda berdasarkan atas apa yang ada dalam pikiran anda.