Rabu, 28 Oktober 2009

GENERASI YANG KUAT BERKARAKTER DAN BERHIKMAT














Introduksi

Alkitab memberikan pedoman bagi orang tua di dalam membina anak-anaknya. Ada banyak nats Alkitab yang secara langsung berbicara bagaimana orang tua harus membina anak-anak mereka di dalam TUHAN (Bacalah: Ulangan 6:4-9; Amsal 19:18; 22:6; Efesus 6:4; Kolose 3:21).

Impian semua orang tua terhadap anak-anak mereka pasti menjadi anak yang pandai dan taat serta menjadi pribadi yang sukses di dalam masa depannya kelak. Namun dimasa perkembangan anak-anak mereka, para orang tua sering lupa cara-cara yang benar untuk membangun pribadi anak yang mereka impikan. Kita cenderung sibuk berkonsentrasi untuk membangun kecerdasan intelektual (IQ) mereka, sibuk dengan bagaimana cara anak kita untuk memperoleh rangking di sekolah dan menjadi kebanggaan orang tua. Anak seringkali menjadi korban cita-cita orang tuanya, sehingga orang tuanya menjadi bangga terhadap anaknya, sedangkan anaknya menjadi merana karena mengalami kekosongan hati.

Mungkin kita perlu mengetahui bahwa kecerdasan intelektual bukanlah ukuran sukses seseorang. Bukankah terlalu sering kita melihat orang yang pandai yang tidak bisa bekerjasama dengan orang lain, orang pandai cenderung mau menang sendiri, tidak jujur, pokoknya orang pandai yang menyusahkan orang lain. Sehingga kita sering pula berpikir: “Sayang sekali orang itu, pandai tapi buruk kelakuannya.”

Cobalah kita renungkan, “Apakah hanya sebatas intelektual saja anak kita berkembang, atau apakah kita pernah berpikir mengenai kecerdasan emosi (EQ)?” Perkembangan karakter anak yang positif dan berkenan di hadapan TUHAN? Pernahkah kita berpikir setelah melihat anak bertumbuh dan menjadi remaja, banyak di antara kita sudah kuwalahan melihat anak kita begitu sulit diatur jauh di luar jangkauan kita. Mereka seakan punya kehidupan sendiri yang tidak dapat kita masuki, kita sulit berkomunikasi dengan mereka. Jika kita beri mereka nasihat atau perintah mereka tidak lagi menghiraukan atau bahkan marah kepada kita dan dianggap cerewet karena tidak mengerti perasaan dan keinginan mereka. Atau mungkin juga kita sebenarnya memang seorang yang cerewet???

Apabila itu kita alami sekarang ini sebagai orang tua, maka akan terasa menyakitkan dan kita sering pakai cara kekerasan pada mereka, baik kekerasan verbal (bahasa) maupun kekerasan fisik (pukulan), karena tidak tahu lagi bagaimana harus mengatasi mereka. Akhirnya hubungan orang tua dengan anak menjadi kacau dan berantakan. Sebelum Anda terlambat, maka didiklah anak Anda sejak usia dini (Balita, Ams 22:6).

Membangun Karakter Anak dalam TUHAN

Kalau kemarin kita berpikir bahwa anak yang pandai akan membuat kita bangga dan bahagia, maka saat ini kita harus mulai bisa merubah pandangan kita bagaimana, yaitu “Membangun Karakter Anak dalam TUHAN”. Karena dengan karakter yang positif dan kuat (takut akan TUHAN), otomatis dia akan sukses di masa depannya. Anak yang takut akan TUHAN akan menyukakan orang tuanya (Ams 29:15-17). “Takut akan TUHAN adalah permulaan pengetahuan” (Ams 1:7).

Karakter yang bagaimana dan karakter seperti siapa yang kita harapkan terhadap anak-anak kita? Saat ini, setiap hari kita berusaha untuk setia melakukan 4M dan setiap minggu kita menerima kebenaran Firman TUHAN di gereja supaya kita semakin hari kita menjadi serupa dan sempurna seperti Kristus. Apakah kita sedang berpikir untuk membangun karakter anak-anak kita seperti Kristus sedini mungkin? Oleh sebab itu, anak perlu dibimbing kepada Kristus oleh orang tuanya sedini mungkin.

Saat kita membangun karakter anak sebaiknya jangan mengambil posisi kita sebagai figur di atas mereka, figur yang lebih baik dari mereka. Dalam membangun karakter, kita adalah patner yang sejajar dengan mereka, karena kita juga sama seperti anak-anak kita yaitu di dalam proses untuk di bentuk menjadi sama seperti Yesus.

Selama kita hidup, selama itu pula kita berproses (pembentukkan) di dalam TUHAN.
Dalam membangun karakter, perbedaan kita sebagai orang tua dengan anak-anak adalah masalah posisi kita sebagai pihak yang membagi dan anak –anak yang dibagi. Karena kita lebih senior dari mereka yang terlebih dahulu mengenal Firman Tuhan dan aturan-aturan dalam masyarakat. Namun pada akhirnya, jika suatu karakter sudah mulai tumbuh maka kita dapat saling berbagi, karena tidak menutup kemungkinan kita harus belajar dari karakter yang baik dari anak-anak kita.

Jadi, kita sebagai orang tua tetap harus terbuka dalam arti jika memang kita masih kesulitan berlatih suatu karakter dan ternyata anak kita telah lebih dulu memilikinya, jangan gengsi untuk belajar dari anak kita.

Karakter apa yang perlu kita bagi kepada anak-anak kita?

1. Mampu menghadapi dan memecahkan masalah (mandiri, tanggung jawab)

Sebagian orang tua mungkin tidak menyediakan waktu untuk mengajarkan ketrampilan memecahkan masalah dan dengan naif beranggapan bahwa anak-anak sedapat mungkin dibebaskan dari masalah. Padahal setiap detik dalam hidup kita pasti diperhadapkan dengan segala macam masalah. Jika kita tidak melatih mereka, apa yang terjadi dengan mereka kelak? Cara pemecahan masalah yang biasa kita lakukan itulah yang akan diadosi oleh anak-anak kita. Jika kita selalu berteriak dan marah dalam menghadapi kesulitan, maka secara tidak langsung cara itulah yang mereka contoh. Banyak kasus ditemui bahwa anak yang suka mengeluarkan kata-kata kotor (kasar) bila merasa tidak nyaman (menghadapi kesulitan) ternyata setelah diselidiki hal itu adalah kebiasaan orang tuanya.

Ada seorang remaja yang suka sekali berantem dengan temannya atau tawuran, ternyata anak itu mempelajarinya saat ayahnya memukul dia atau ibunya jika melakukan kesalahan. Lalu, cara pemecahan masalah seperti apa yang harusnya kita bagi kepada mereka? Apabila anak-anak biasa menyaksikan kita dengan tenang membahas suatu masalah, menguraikan segala sesuatu dengan jelas dan menimbang semua alternatif pemecahan masalah serta satu hal yang paling penting, yaitu “mengandalkan TUHAN dalam segala perkara” (Amsal 3:5-7; 16:3).

2. Rajin dan Setia

“Janganlah kita jemu-jemu berbuat baik, karena apabila sudah datang waktunya kita akan menuai, jika kita tidak menjadi lemah” (Galatia 6:9). Anak yang rajin adalah kebanggaan orang tuanya. Seringkali kita jumpai seorang ibu yang bercerita tentang betapa rajinnya anaknya belajar dan masuk rangking di kelas. Kerajinan bukanlah bawaan seseorang sejak lahir. Rajin adalah karakter yang harus dibentuk. Seringkali dengan alasan “sayang”, maka orang tua mengatasi banyak hal yang seharusnya menjadi kewajiban atau tugas mereka. Bukanlah sayang jika nantinya akan menjadikan anak kita malas dan tidak mandiri (bertanggung jawab).

Rajin atau malas adalah keputusan yang kita ambil sebagai pendidik (Ef 6:4) untuk mengarahkan anak-anak kita bagaimana harus bersikap pada apapun yang ingin mereka raih (1 Kor 9:24b). Jika karakter rajin itu sudah tumbuh dalam diri anak, kita dapat memperkenalkan pada mereka apa itu “setia”. Seseorang dapat dianggap sebagai orang yang setia jika ia terus menerus melakukan suatu hal tanpa bosan atau putus asa apapun situasinya (Amsal 3 :11b; Ulangan 5:1b).

Tetapi tanpa kita sebagai orang tua melakukan apa itu “setia”, kita tidak akan mampu berbagi pada anak apa itu makna “setia”.


3. Sukacita

Sukacita merupakan keputusan seseorang dalam menghadapi suatu situasi. Dan TUHAN ingin kita memilih untuk “bersukacita” dalam segala situasi (Filipi 4:4; 1 Tes 5:16-18). Karena TUHAN menjamin akan memberikan kepada kita semua pemecahan masalah kalau kita berharap kepada Dia (Filipi 4:13).

Bagikan pada anak-anak kita kenyataan ini dan latih mereka untuk selalu mengambil keputusan “bersukacita” dalam setiap situasi yang mereka hadapi. Namun hal itu tidaklah mudah, semua tergantung dari contoh yang mereka lihat dan mereka dengar. Keluhan, sungut-sungut, dan omelan yang terus-menerus atau nasihat yang membangun untuk mereka dan sikap kita yang selalu bersukacita dalam setiap masalah .

4. Taat

Taat bukanlah hal yang mudah bagi kita, tapi mengapa justru “taat” yang paling kita tuntut pada anak-anak kita? Taat merupakan tanggung jawab kita karena kita mengasihi TUHAN (Yoh 14:15). Anak-anak perlu tahu hal ini, karena tanpa kasih maka “taat” adalah suatu hal yang tidak menyenangkan bagi mereka. Taat hanya dianggap sebagai “penjara” yang membatasi ruang gerak mereka untuk berbuat semau mereka. Dan tanpa kasih pula mereka tidak akan dapat taat dengan tulus kepada semua otoritas di atas mereka (orang tua, atasan, guru, dan TUHAN).

5. Kesabaran

“Wah ... anakku selalu terburu-buru! Apa yang harus aku lakukan, Anakku sangat pemarah dan tidak sabar! Sudah berkali-kali aku dipanggil oleh pihak sekolah karena anakku sering berantem!” Ya, banyak kenyataan seperti itu yang kita hadapi sekarang, mereka bukanlah pribadi yang sabar, melainkan pribadi yang terlalu egois. Tetapi ..., sudahkah kita memiliki kesabaran sebagai orang tua? Apakah kita selalu berpikir positif dalam menghadapi situasi yang membuat kita tidak nyaman, sehingga kita mampu memberi waktu pada diri kita sendiri maupun kepada TUHAN untuk menyelesaikan masalah kita.


Kesabaran tidak datang begitu saja, dia karakter yang perlu dibentuk dan dilatih. Sering kita berdoa “TUHAN berilah saya kesabaran”, tetapi kita tidak kunjung sabar hingga saat ini. Mengapa? Karena kita tidak mau berlatih! Kesabaran bukan pemberian, tetapi hasil dari pembelajaran dan latihan. Dalam setiap tahap, kita ingin berlatih untuk sabar, Roh Kudus akan memberi kita kekuatan dan kemampuan untuk menang.

Apabila kita mau merenungkan bahwa semua yang kita miliki adalah milik TUHAN, semua situasi yang kita hadapi seijin TUHAN, dan kita mau “melatih diri” untuk mengucap syukur dalam segala hal (1 Tes 5:18), Maka inilah yang disebut bahwa kita berjalan menjadi sabar (Kolose 3:13).

6. Belas Kasihan

Kita adalah manusia yang paling beruntung karena TUHAN telah memilih kita, mengasihi kita, dan bahkan memberikan hidup-Nya bagi kita. Anugerah itu tidak akan dapat dibandingkan dengan apapun juga di dunia ini. Kita hidup hanya oleh karena kasih karunia TUHAN dan bukan sedikitpun karena kekuatan kita. Jadi, mengapa kita terlalu sering dan bahkan hampir seluruh hidup kita dihabiskan untuk memperhatikan dan bermurah hati pada diri sendiri? (Filipi 2:4).

Jika apa yang kita miliki merupakan “pemberian” (Roma 3:24), mengapa kita tidak memberi? Jika semua kenyamanan yang kita miliki karena perhatian TUHAN, mengapa kita tidak membagi perhatian pada yang lain (Matius 10:8)? Belas kasihan adalah kepekaan yang perlu dilatih.

Setiap karakter di atas adalah PR bagi kita sebagai orang tua. Sudahkan kita memiliki semua itu? Karena semua karakter di atas “harus” kita bagi untuk anak-anak kita. Kita adalah cermin bagi mereka untuk bertumbuh menjadi seorang pribadi yang utuh di dalam Kristus (Ef 4:13).

“Setiap pohon yang baik menghasilkan buah yang baik, sedang pohon yang tidak baik menghasilkan buah yang tidak baik. Tidak mungkin pohon yang baik menghasilkan buah yang tidak baik, ataupun pohon yang tidak baik menghasilkan buah yang baik” (Mat 7:17-18).

Bagi anak, orang tua adalah figur yang hebat, seorang yang punya kekuasaan luar biasa. Jadi, “teladan” yang ditunjukkan orang tua bagi anak-anaknya akan mutlak tertanam dalam pribadi mereka. Ingat!!! Kita adalah patner bagi anak-anak kita dalam “berproses berkarakter” seperti Kristus. Jadi, mereka bukanlah bawahan atau karyawan kita yang harus memakai kekerasan untuk memaksakan keinginan kita. Bagikan karakter Kristus yang sudah kita latih lebih dahulu pada mereka dengan menjadi “teladan” bagi mereka! Seperti Kristus yang telah menjadi “teladan” yang hebat bagi kita semua (1 Yoh 2:6; Filipi 2:5-8).

PENUTUP

“Karena apa yang ditabur orang itu juga yang akan dituainya” (Galatia 6:7). Hal yang sama berlaku di dalam membesarkan anak. Keluarga menjadi wadah (lingkungan) bagi anak dan “arsitek” dalam pembentukan karakter anak. Anak-anak belajar dari orang tua melalui apa yang mereka lihat, dengar, rasakan dan mereka saksikan (peniruan). Atas dasar pemahaman itu, maka ada beberapa hal yang patut kita lakukan:

Kita mesti berhati-hati dan bijaksana di dalam menunaikan tugas sebagai orang tua. Sadar atau tidak, anak-anak terus mempelajari banyak hal dari kita.

Kita perlu belajar banyak mengenai perkembangan anak dan mengenai kehidupan rumah tangga. Membaca buku tentang perkembangan anak dan peranan orang tua (keluarga Kristen).

Kita perlu berdoa mohon bimbingan TUHAN. Gereja perlu mengadakan acara-acara pembinaan keluarga (SPK, Pria Sejati dan Wanita Bijak) dan mengingatkan para orang tua tentang prinsip-prinsip Alkitab yang berkaitan dengan peranan (tugas) orang tua.*

sumber: bahasan isu-isu guys counseling center lampung

1 komentar: