Jumat, 23 Oktober 2009

MERANA ALA AYUB








BAHAN BACAAN : Ayub pasal 18-21



Job 19:27c :  Hati sanubariku merana karena rindu (TB)
 My heart faints within me! (RSV)
 Hatiku hancur sebab kamu berkata (BIS)

Merana, menurut KBBI: a1 lama menderita sakit: sakit merana; 2 selalu sakit-sakit; makin lama makin kurus:badannya merana; 3 selalu menderita sedih/susah: hati/pikiran merana (2002:735). Jadi, boleh dikatakan bahwa orang yang merana secara kompleks adalah orang yang menderita sakit dalam waktu yang cukup lama dimana kesakitan yang panjang itu membuat badannya semakin lama semakin kurus. Oleh karena tiada harapan untuk sembuh dan tiada penghiburan serta pertolongan membuat suasana hati dan pikirannya mengalami kehancuran “menderita kesedihan yang mendalam”.

Ayub mengalami penderitaan yang sangat kompleks: badannya mengalami kesakitan, yang boleh diibaratkan hanya tinggal kulit dan tulangnya saja yang tersisa, semua manusia meninggalkan dia dan bahkan sahabat-sahabatnya menuduh dia sebagai orang fasik, serta Allah seolah-olah meninggalkan dan menghukum dia. Ayub ibarat hidup sebatang-kara tanpa teman dan saudara, ia merasa hidupnya sangat sepi “tawar hati”.

Pasal 19  Ayub merasa lemah, sakit hati dan tersiksa terhadap tuduhan Bildad atas dirinya, dimana Bildad mengulangi tuduhannya yang sangat kejam terhadap Ayub (bd. 18:2,3,21). Ayub berteriak menuntut keadilan pada manusia (19:1-6), tetapi ia sadar bahwa tidak akan mendapatkan dukungan dari manusia (7-13). Manusia itu siapa menurut Ayub? Manusia itu adalah saudara-saudaranya, kenalan-kenalannya, kaum kerabatnya, kawan-kawannya, anak semangnya, budak perempuannya, istrinya, anak-anaknya, dan semua teman karibnya (13-19).

Orang-orang paling dekat sudah meninggalkannya, hal itu menandakan bahwa ia sudah tidak mempunyai siapa-siapa lagi dalam hidupnya, ia sendiri. Ia menempatkan dirinya sebagai orang yang layak dikasihani, dan memang sungguh kasihan nasib si Ayub. Sudah jatuh ketimpa tangga lagi, sudah sakit semakin sakit baik jiwa maupun raganya.

Harapan terakhir bagi Ayub sebagai bentuk keyakinannya bahwa hanya pada Tuhan saja ia akan memperoleh jawaban. Ia yakin hanya Allah yang tidak bisa menolaknya (19:21). “Tetapi aku tahu: Penebusku hidup. Saksiku ada di sorga yang siap membela aku!” (19:25 bd. 16:19-22). Dengan mataku sendiri Dia akan kulihat, dan bagiku Dia menjadi sahabat (BIS, 19:27a).

Allah bagi Ayub adalah sahabat yang sejati yang mau menemani dalam segala tantangan dan masalah “penderitaan” yang dialaminya dan bersama dengan Allah menjalani roda kehidupannya.

Kesimpulan saya adalah ketika seseorang mengalami pergumulan yang berat, baik itu penderitaan fisik maupun psikis, sebenarnya ia membutuhkan orang yang mau menerima dia sebagai sahabat dan mengerti situasi dan kondisi yang dialaminya. Ia butuh didengar keluhannya. Ia mau orang lain duduk bersama dengannya.

Sahabat yang sejati yang mau mendengar keluhan kita adalah Tuhan Yesus Kristus, dan jika kita seorang murid Yesus, pastilah kita akan dimampukan untuk dapat menjadi sahabat yang baik bagi orang yang sedang bergumul dalam hidupnya. “Seorang sahabat menaruh kasih setiap waktu, dan menjadi seorang saudara dalam kesukaran” (Ams 17:17).

Tuhan Yesus berkata bahwa:
“Kamu adalah sahabatKu, jikalau kamu berbuat apa yang kuperintahkan kepadamu”
(Yoh 15:14).

“Marilah kepadaKu, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu. Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah kepadaKu, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan. Sebab kuk yang Kupasang itu enak dan bebanKupun ringan”
(Mat 11:28-30).




“ALLAH MENGERTI SEGALA PERSOALAN KITA, SEBAB ALLAH PEDULI”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar