Jumat, 23 Oktober 2009

MENGAMPUNI ORANG LAIN! MENGAPA HARUS MENGAMPUNI?


Introduksi

Kadang-kadang orang dapat berkata dengan marahnya, “Dia tidak pantas untuk mendapatkan pengampunan dari saya. Apa yang ia telah lakukan sama sekali tidak dapat diampuni. Faktanya, ia cuma seorang yang tolol.” (bdk. Efesus 4:26).

Apakah Anda pernah mendengar pernyataan seperti di atas atau mungkin Anda sendiri pernah berpikir demikian? Mungkin benar dia tidak pantas untuk diampuni, namun apakah Anda ingin sehat dalam hal jasmani, rohani, mental dan emosi Anda? Apakah Anda ingin damai di pikiran Anda?

Jawabannya: Ampunilah dia sekarang juga!

Konsep Mengampuni

(Matius 18:21-35; Kolose 2:13-14; 3:13)

Apa kata Alkitab mengenai “pengampunan”? Rasul Paulus dalam surat Kolose 3:13 mengatakan: “Sabarlah kamu seorang terhadap yang lain, dan ampunilah seorang akan yang lain apabila yang seorang menaruh dendam terhadap yang lain, sama seperti TUHAN telah mengampuni kamu, kamu perbuat jugalah demikian. Dan di atas semuanya itu: kenakanlah kasih, sebagai pengikat yang mempersatukan dan menyempurnakan.”

Orang yang berada di dalam Kristus memiliki tiga perubahan hidup (Kol 2:13-14): Pertama, menghidupkan (zoopoeio), di dalam Kristus ada hidup sedangkan di luar Kristus tidak ada kehidupan. Kedua, mengampuni. Ketiga, menghapuskan atau membatalkan. Jadi, orang yang diampuni itu diberi hidup oleh Allah Bapa dalam Kristus Yesus.

Mengampuni dalam bahasa Yunaninya ditulis dengan kata kharizomai yang berarti pengampunan yang diberikan dengan cuma-cuma (Roma 3:24), dengan sikap yang ramah, memberikan maaf yang iklas dan tulus. “To gratify: to bestow in kindness, grant as a free favour. To sacrifice: a person to the demands of enemies”.

Mengampuni itu sama dengan mencoret sama sekali (ditutupi). Menghapus dan membebaskan dipakai kata aphiemi, eksaleipho dan apoluo yang berarti membatalkan, menceraikan, membiarkan dan meninggalkan. Jadi, orang yang diampuni dosa dan kesalahannya (kejahatan) itu dibuat menjadi bersih (katharizo, 1Yohanes 1:9).

Pengampunan menyangkut masalah dosa dan kejahatan. Dosa adalah kekejian (kejijikan) bagi TUHAN, maka dosa harus diperhitungkan. Perhitungan (sunairo, Mat 18:23-24) berarti memeriksa catatan hutang (dosa). Hutang sama dengan “pinjaman” (daneion) yang berarti sebuah tanggungan yang harus dibayar dengan lunas (bdk. Roma 6:23; Kol 3:14).

“Bagi seorang pria sejati dosa adalah dosa dan dosa itu bukan hanya sekedar masalah”. Dosa bukan hanya berbicara masalah dengan pria, tetapi dosa adalah masalah manusia. Dosa adalah masalah yang serius yang harus segera dibereskan.

Dalam Perjanjian Baru ada enam kata yang dipakai untuk istilah dosa: Parapiptein atau paraptoma yang berarti “jatuh di samping”. Adikia berarti “ketidakbenaran”. Anomia berarti “tidak berhukum” atau “memberontak” atau “melanggar”. Asebia berarti “tidak ber–TUHAN”. Hamartia yang berarti menggambarkan pelepasan anak panah yang tidak kena sasaran, yakni “pemelesetan”, “kurang memenuhi syarat” atau “kekurang-tepatan”. “Sekaliannya sudah berbuat dosa dan kurang kemuliaan daripada Allah” (Rm 3:23, TL).

Kesimpulannya adalah bahwa tidak ada seorangpun yang dapat memenuhi standar Allah dalam keberdosaannya. Standar Allah adalah sempurna (Mat 5:48). Dengan mengerti pengertian dosa diharapkan bahwa kita dapat lebih menghargai anugerah Allah di dalam Kristus, agar dapat menghilangkan segala “rasa-diri-benar” dan mengurangi kebiasaan menghakimi orang lain, sehingga kita mau mengampuni kesalahan orang yang bersalah kepada kita.

Pengampunan menyangkut tanggapan emosi kita terhadap orang yang melukai kita. Pembebasan hukuman menyangkut akibat dari tindakannya. Kecuali kalau kita punya hak atau kewibawaan, kita tidak bisa membebaskan orang dari akibat sebuah tindakan, tetapi kita selalu bisa mengampuni.

Mengampuni seseorang berarti “memutihkan daftar kesalahannya” dengan kita dan menyerahkan kepada TUHAN tanggung jawab atas hukumannya. Pengampunan memberi kita kesempatan untuk tetap terbuka terhadap orang itu setelah ia bersalah terhadap kita, sama seperti sebelum tindakannya. Paradigma mengenai pengampunan, yaitu:

Pengampunan bukan menyangkut sebuah sikap negatif terhadap pelakunya, melainkan sebuah sikap positif terhadap pelakunya. Bencilah dosanya (perilaku dan tindakannya), bukan orang atau oknumnya.

Pengampunan memandang pelaku sebagai alat TUHAN (Mzr 76:11; 2 Sam 16:11; Luk 23:34).
Pengampunan menganggap luka-luka dari tindakan itu sebagai cara TUHAN untuk menarik perhatian pada kebutuhan pelakunya (KPR 16:26-28).

Pengampunan mengakui bahwa kepahitan (balas dendam atau dengan diam saja “bungkam”) berarti menuntut sebuah hak yang sebetulnya kita tidak punyai (Rom 12:19).

Pengampunan juga menyadari bahwa pelakunya sudah mulai menerima akibat dari tingkah lakunya.

Pengampunan mencakup kerja sama dengan TUHAN dalam kehidupan si pelaku. Sadar atau tidak (Roma 8:28).

Gambaran Pengampunan

Gambaran yang sempit. Pengampuan yang terbatas, yaitu pengampunan hanya diberikan sebatas tiga sampai tujuh kali dalam memberi pengampunan (Matius 18:21).

Gambaran yang luas. Pengampunan yang tanpa batas, yaitu sampai tujuhpuluh kali tujuh kali yang artinya sempurna tidak ada batasannya, no limits (Matius 18:22-35).

Akibat tidak Mengampuni

Orang yang tidak mau mengampuni akan “diserahkan kepada algojo-algojo” (Matius 18:34-35). Kata “algojo-algojo” dalam bahasa Yunaninya ditulis dengan“basanistes” yang berarti penjaga penjara yang bertugas menyiksa dan menganiaya terhukum dalam pemeriksaan sampai tuntas urusannya. Jadi, dalam kalimat “menyerahkan kepada algojo-algojo” berarti orang yang tidak mau mengampuni akan mengalami penyiksaan dan penganiayaan, penderitaan dan sengsara (basanos), statusnya menjadi terdakwa dan terhukum, yaitu berdampak secara:

Jasmani: tensi darah naik, maag, banyak penyakit lainnya. Kelelahan dan kurang tidur, wajah murung. Psikosomatis-pneumasomatis.
Rohani: susah mengasihi TUHAN (1 Yohanes 4:20-21). Ragu tentang keselamatannya (Matius 6:12). Pertumbuhan rohani orang lain dihalangi.
Emosi: stress, depresi, kepahitan, kehabisan tenaga dan akhirnya sampai pada tingkat psikosis (gila).

Mental: menjadi budak orang yang dibenci, tidak bisa menikmati hidup sebab dalam pikirannya terus memikirkan orang itu. Hormon stress meningkat, cepat lelah-cepat bosan.
Menggandakan akibat kepahitan: gampang kepahitan dan diwariskan kepada keturunannya (dendam kesumat, Ulangan 5:9).

Menjadi Serupa dengan Orang yang Dibenci


Fokus emosi yang salah:

Kita →Memandang rendah orang itu
→Konsentrasi penuh dengan terus-menerus
memikirkan kesalahannya.
→Keserupaan (bertindak mirip orang yang
dibenci)
→Orang yang dianggap rendah: serupa
dengan dia.


1. Apa yang dibenci akan dilakukan.
2. Memikirkan apa yang dibencinya secara terus-menerus.
3. Makin dalam memikirkannya, makin dalam kepahitannya.
4. Reaksinya akan nampak di luar dan dilihat orang lain.

Emosi akan muncul dalam tindakan (kompensasi: mabuk-mabukan, menyeleweng dengan “Pria Idaman Lain” atau “Wanita Idaman Lain”, acuh).

Identifikasi dengan sikap-sikap dasariah, di mana memiliki kecenderungan untuk mementingkan diri sendiri (egois).

Mempersempit pelayanan: Tindakan tidak adil terhadap saudara akan bereaksi yang negatif bagi pelaku, sehingga menjadi penghalang komunikasi. Akibatnya timbul reaksi negatif terhadap teman-teman si pelaku, reaksi terhadap teman pelaku dan juga reaksi dari teman pelaku. Patahkan emosi yang salah pada tahap kepahitan ini agar dapat mengasihi TUHAN!

Pemulihan

“Memang kamu telah mereka-rekakan yang jahat
terhadap saya, tetapi Allah telah mereka-rekakannya untuk kebaikan”
(Kej 50:20; Rm 8:28).



Menjadi Serupa dengan Orang yang Dikasihi

“Tujuan utama dari perintah pertama adalah menetapkan fokus emosi kita kepada TUHAN” (Markus 12:30). Fokus emosi yang benar terhadap Yesus, maka kita akan semakin serupa dengan Kristus (bdk. 1 Yohanes 2:6).

Fokus emosi yang benar:

Kita →Pengakuan (mengampuni orangnya, Efesus
4:32)
→Konsentrasi (pikirkan sikap dan tindakan
yang Yesus lakukan dalam menghadapi
pendakwa-pendakwa-Nya, Ibrani 12:2)
→Keserupaan, yaitu fokus pada Kristus dan
firman-Nya. Hidup yang dikuasai oleh Roh
Yesus (2 Korintus 3:18; Galatia 5:16,18,25)
→Serupa dengan Yesus Kristus.

Bebas dari kepahitan, sehingga dapat bebas dalam untuk berelasi dengan TUHAN.
Tindakan Yesus adalah standar kita, pertumbuhan iman.

Melayani dengan setia, akibatnya bahwa terang TUHAN menjadi nampak dalam kehidupan kita (Efesus 5:9-14).

Memperluas pelayanan kita: Tindakan adil terhadap saudara akan menimbulkan reaksi yang benar (positif), sehingga dapat menguatkan menguatkan dan menyembuhkan serta mempengaruhi orang lain. Akibatnya adalah menambah harga diri dan rasa puas
dan terjadi sukacita bersama dalam Kristus.

Langkah-Langkah Pengampunan:

Akuilah kepada TUHAN dan ungkapkan perasaan Anda dengan kata-kata.
Evaluasi dengan firman-Nya dan serahkanlah orang yang Anda ampuni itu kepada Allah.
Menghapus arsip kesalahannya.

Catat dan hapuskan daftar kesalahannya. Apabila tuduhan iblis datang menyerang masuk dalam ingatan kita, usirlah dengan kebenaran Firman-Nya.

Setiap orang yang sudah dipulihkan hatinya melalui respon yang benar pada tingkah laku mereka menjadi sebuah pintu yang terbuka bagi kehidupan orang lain yang juga perlu mengerti bagaimana menghayati prinsip-prinsip ini dalam kehidupan mereka sendiri.

Mengampuni merupakan pilihan untuk menjadi seorang yang dewasa dan bertanggung jawab.

Pengampunan adalah suatu cara untuk membuka hidup Anda sendiri pada kepenuhan yang segar dalam kuat kuasa Roh Kudus. Akankah Anda mau melakukannya?

Mengampuni adalah keputusan dan tidak mengampuni juga sebuah keputusan!!! Sekarang tergantung dengan keputusan Anda sendiri.

Sedapat-dapatnya,
kalau hal itu bergantung padamu,
hiduplah dalam perdamaian
dengan semua orang

(Roma 12:18)


Sumber Pustaka:
- Lembaga Alkitab Indonesia. Alkitab. Jakarta: LAI:990
- Faircloth, Mary Jane. Komunikasi Antar Pribadi (Bandung: IAT, 1997)
- Moulton, Harold K. The Analytical Greek Lexicon
Revised. (Grand Rapids: Zondervan Publishing
House:1978)
- Sutanto, Hasan. Perjanjian Baru Interlinier (Yunani-Indonesia) dan Konkordasi Perjanjian Baru (PBIK) Jilid I dan II. (Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia, 2003).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar